Senin, 22 Juni 2009

MEMBANGUN EKONOMI SYARIAH


Bahwa mayoritas penduduk Indonesia bergama Islam adalah fakta yang tidak dapat dibantah. Bahkan menjadi negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Namun pada sisi lain ternyata secara ekonomi umat Islam tertinggal dibanding umat lain. Dampak langsungnya berupa jumlah pengangguran yang kian meningkat, kemiskinan, kebodohan serta kualitas kesehatan yang tidak terjamin. Dalam keadaan demikian sulit kiranya menemukan wajah Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Padahal ekonomi menjadi salah satu pilar dakwah yang penting. Sejarah mencatat pada awal perkembangan Islam, Nabi Muhammad memiliki kemampuan ekonomi yang memadai sebab beliau adalah seorang pedagang yang sukses. Belum lagi sokongan pendanaan dari istri tercinta, Khadijah. Kemudian bergabunglah konglomerat-konglomerat muslim lainnya semisal, Abu Bakar As-shidiq, Usman bin Affan maupun Abdurrahman bin ‘Auf yang tidak ragu-ragu menyumbangkan sebagian besar kekayaan mereka demi dakwah Islam.
Kini, saat sistem ekonomi konvensional hanya meninggalkan kesenjangan yang kian lebar, angka kemiskinan yang terus meningkat serta terampasnya hak-hak kaum lemah. Kita perlu menyambut baik dan mendukung tumbuhnya ekonomi syariah yang cukup menggembirakan.
Dalam Kongres Umat Islam Indonesa (KUII) ke-4, yang diselenggarakan di Jakarta 17-21 April 2005, dibahas salah satu langkah strategis untuk membangun ekonomi syariah yakni membangun kekuatan ekonomi umat yang dapat meningkatkan kesejahteraan bersama secara adil dan merata sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Konggres itu juga merekomendasikan agar mendesak pemerintah untuk memberlakukan dual economic system; konvensional dan syariah sebagai system ekonomi nasional. (
www.republica.co.id)
Secara individu juga perlu ditumbuhkan semangat untuk mengembangkan ekonomi dengan landasan syariah. Suatu sistem yang mengajarkan bahwa kekayaan yang dimiliki bukanlah mutlak miliknya. Melainkan ada sebagian yang menjadi hak kaum fakir miskin. Dengan begitu tidak ada lagi konglomerat muslim yang dengan tenang bersujud di atas sajadah empuk sementara di sekitarnya kaum miskin menahan lapar. Atau menghabiskan miliaran rupiah untuk seremonial keagamaan sedangkan puluhan ribu muslim rela menukar iman mereka demi sesuap nasi.
Padahal jauh-jauh hari Rasulullah telah mengingatkan tentang bahaya kemiskinan yang bisa menyebabkab seseorang terjerumus kepada kekafiran. Melalui perintah Infaq Islam telah menawarkan solusi terbaik untuk membantu kaum miskin tanpa harus melukai atau merendahkan mereka. Islam menganjurkan mereka yang mampu untuk mencari (proaktif) siapa yang bisa dibantu tanpa harus diminta. Sebab islam mencela orang yang meminta-minta.
Apabila umat telah kuat secara ekonomi, insyaAllah dakwah Islam akan terus menggeliat di segenap penjuru. Mari kita berusaha ambil bagian dalam usaha peningkatan ekonomi umat. Karena sesungguhnya muslim yang kuat (aqidah,fisik,ekonomi dsb.) lebih dicintai oleh Allah daripada muslim yang lemah. “Seorang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada seorang mukmin yang lemah. Dan pada masing-masing keduanya tetap terdapat kebaikan.” (HR Muslim)
Wallahua’lam bi shawwab
Eko Triyanto
Pemred Al Fajr Buletin

Jumat, 05 Juni 2009

Personal Franchise Pulsa

Beberapa waktu lalu saya diajak temen tuk ikut dalam sebuah presentasi peluang usaha.
dan ternyata di sana saya dikenalkan dengan DBF, yang merupakan personal franchise keagenan pulsa elektronik.
beberapa hal yang sangat membuat saya ingin mengikutinya adalah:
didirikan oleh putra Indonesia asli, padahal selama ini kebanyakan server pulsa adalah bukan putra asli Indonesia.
dirintis dan dikembangkan dengan kaidah-kaidah yang tidak bertentangan dengan hukum Islam, dan saat in sedang diusulkan ke MUI untuk mendapat sertifikasi halal.
Mudah diikuti dan menguntungkan
Bukan termasuk money game

di sini saya kutipkan testimoni dari Aa Gym yang sudah terlebih dahulu gabung:

Untk mnjadi bagian dari DBS ini memerlukan perjalan yg panjang dan berliku... diawali dengan keingintahuan ttg status DBS dlm pandangan hukum islam, sesudah mendengar langsung dari pimpinan DBS, lalu membaca fatwa MUI kodya Bdg, diskusi bersama Prof.DR.KH.Miftah Faridl ketua MUI Bdg, dilanjutkan diskusi bersama DR.Syafii Antonio yg kita kenal sbg pakar ekonomi syariah, maka diputuskan bergabung. Dgn niat sbg upaya mmbantu mmbuka lapangan kerja bg masyarakt luas dlm situasi ekonomi yg sdng sulit, mmbantu membina agr member smkin mningkat keimanannya dan bersinergi utk mmberdayakn dhuafa dg zakat infak shodaqoh. Bagi siapapun yg akn brgabung, silakan luruskan niat, dan jalani dg sungguh2 dijalan Allah SWT dan bila sdh dititipi rizki berbagilah dengan sesama. Terimakasih.
-Abdullah Gymnastiar DBS1302960-


bagi saudaraku yang ingin tahu lebih banyak bisa diskusi dengan saya di:
0274 8215374 (call/sms)
email: eko_nomisyariah@telkom.net

Senin, 25 Mei 2009

Islam Telah Bangkit

MUKADIMAH
Mengejutkan, beberapa waktu yang lalu secara jujur pihak Vatikan sebagai otoritas yang memimpin umat Katolik sedunia mengumumkan bahwa saat ini jumlah umat Islam di seluruh dunia telah melampaui umat Katolik! Dan jumlah itu terus bertambah, karena menurut berbagai data, Islam menjadi agama yang paling cepat pertumbuhannya di dunia. Bukan semata karena faktor kelahiran tetapi juga banyaknya orang-orang non-Islam yang kemudian masuk Islam.
Pasca tragedi kontroversial runtuhnya menara kembar World Trade Center (WTC) 11 September 2001 atau dikenal dengan peristiwa 911, umat Islam sepertinya semakin dipojokkan. Buntutnya, Amerika Serikat (AS) menginvansi Afganistan dengan dalih ‘memerangi terorisme’. Tidak hanya cukup sampai di situ, AS kemudian juga menjajah Iraq. Di balik semua itu, tragedi 911 ternyata justru menimbulkan minat luar biasa dari orang-orang barat untuk mengetahui tentang Islam yang sebenarnya. Mereka kemudian banyak belajar dan mencari referensi tentang Islam termasuk dari buku-buku yang ditulis oleh Ulama Muslim. Mereka dibuat kaget setelah mengetahui ‘wajah’ Islam yang sesungguhnya. Ajaran Islam ternyata jauh dari kesan teroris sebagaimana dituduhkan AS dan sekutunya. Islam justru mengajarkan kasih sayang dan perdamaian. Informasi yang selama ini mereka peroleh dari media barat dan buku karangan tokoh-tokoh barat berbeda jauh dari realitas yang ada. Dan imbasnya banyak orang yang kemudian memilih Islam sebagai jalan hidupnya.
Itulah satu di antara hikmah tragedi WTC yang oleh beberapa pakar dikatakan sebagai sandiwara dan akal-akalan Amerika untuk mencari alasan menyerang negara-negara Islam. Begitulah, Allah telah membalas tipu daya mereka.
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Ali ‘Imran [3]: 54)

Islam Akan Berjaya !
Dalam sebuah hadits Rasulullah pernah menyampaikan bahwa kelak Islam akan mampu berjaya. Dan tampaknya hal itu mulai terbukti.
“Sesungguhnya Allah telah memperluas (wilayah) untukku (Islam) di bumi, sampai aku bisa melihat wilayah sebelah timur sampai wilayah barat. Dan sesungguhnya kekuasaan umatku akan mencapai melebihi seperti apa yang telah diberikan Allah padaku.” (HR. Muslim dari Tsauban)
Vatikan adalah negara otonom yang terletak adalah salah satu pusat dari kekaisaran Romawi Barat tempo dulu, Roma. Sedangkan Konstantinopel (Istambul) merupakan ibukota Romawi Timur. Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa kedua kota itu akan dapat ditaklukan oleh umat Islam.
“Dari Abu Qubail, dia berkata, ‘Suatu ketika, kami berada di dekat Abdullah bin Amr bin Ash ra. dan ada seorang yang bertanya.’ ‘Kota manakah yang lebih dulu ditaklukkan, Konstantinopel atau Romawi?’ Maka ia mengambil sebuah kotak yang memiliki lingkaran berbentuk anting (gembok), lalu ia mengeluarkan sebuah buku dari kotak tersebut, lalu Abdullah bin Amr berkata, ‘Ketika kami bersama Rasulullah untuk menulis (hadits), lantas ketika itu beliau ditanya, ‘Kota manakah yang lebih dahulu ditaklukkan? Konstantinopel ataukah Romawi?’ Rasulullah menjawab, ‘Kota Konstantinopel adalah kota yang ditaklukkan lebih dulu.’” (HR. Ahmad, disahihkan oleh Al Albani)
Dan hal itu sebagian telah terbukti dengan dikuasainya Istambul (Turki). Sedangkan Roma belum dapat dikuasai. Sebagian ‘ulama berpendapat bahwa kota Roma (Italia) juga akan dapat ditaklukkan melalui dakwah dan pembangunan masjid-masjid di kawasan tersebut. Beberapa tahun lalu sebuah masjid raya direncanakan dibangun di Roma. Mungkinkah itu sebagai langkah awal menaklukkan Roma? Wallahua’lam.

Kejayaan Itu Akan Dipergilirkan
Sunnatullah tidak dapat dibantah bahwa masa kejayaan suatu kaum akan dipergilirkan. Bisa jadi sekarang berkuasa tetapi esok atau lusa tidak lagi berdaya. Tidak ada yang salah dengan sunnatullah dan tidak ada yang bisa membantahnya.
“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'.” (Ali ‘Imran [3]: 140)
Sulitkah bagi Allah untuk memenangkan Agama Islam? Tidak, tidak sama sekali. Allah cukup berkata ‘Jadilah’ maka semua yang dikehendaki-Nya akan terwujud. Bahkan jika Ia menghendaki, dijadikanNya semua umat itu menjadi satu. Jika Dia menghendaki, Dia akan memenangkan dan menolong umat Islam di manapun berada.
Mungkin akan muncul tanya, ‘Lalu kenapa umat Islam tak juga mampu keluar dari berbagai tekanan yang dialami?’ Di antara jawabnya sudah tertera dalam ayat di muka, Allah ingin menguji orang-orang yang betul-betul beriman. Dan Allah ingin memberi kesempatan kepada manusia untuk beramal, berdakwah menyebarkan Islam, bersabar dalam menghadapi kaum kafir atau berjihad membela Islam. Gugur menjadi syuhada!
Allah memberi kita kesempatan. Jika dakwah dan perjuangan menegakkan Islam dimaknai sebagai bagian dari proses menuju kemenangan Islam yang telah dijanjikan Allah, tentu semua akan terasa ringan. Sebab bukan kita yang memenangkannya tetapi Allah. Kita bekerja untuk Allah dan Allah sendiri yang akan membayarnya.
“Allah telah menetapkan: "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang." Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Al Mujaadilah [58]: 21)
Jika usaha kita telah benar, niat kita telah ikhlas maka sebenarnya bukan kita yang bekerja tetapi kekuatan Allah-lah yang bekerja. Jika sudah begitu adakah yang mampu membendungnya?
“Maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.” (Ash Shaff [61]: 14)
Islam pernah memimpin dunia dengan penuh kedamaian selama berabad-abad sejak fatkhul Makkah sampai runtuhnya kekhalifahan Turki Ustmani. Kemudian secara bergantian dunia ‘dikuasai’ kapitalisme dan komunisme. Apa yang mereka hasilkan? Tidak lain hanyalah kerusakan di muka bumi. Kemajuan semu yang menafikan berbagai keterpurukan. Teknologi yang tidak diimbangi dengan pembangunan mental-spiritual telah menciptakan manusia-manusia robot yang tidak memiliki hati. Tidak memiliki lagi rasa kasih sayang. Manusia yang kering dari nilai-nilai spiritual dan rasa kemanusiaan.
Dan setelah sekian masa mereka berkuasa, ada saatnya mereka akan runtuh.
“Dan sekiranya orang-orang kafir itu memerangi kamu pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah) kemudian mereka tiada memperoleh pelindung dan tidak (pula) penolong.” (Al Fath [48]: 22)

Mengupayakan Sebab Material dan Immaterial
Kebangkitan Islam telah tiba. Tugas kita adalah mengupayakan dan mempersiapkan kekuatan material dan immaterial untuk mencapai kemenangan. Tidak dapat dibantah bahwa kekuatan material (lahiriah) sangat penting untuk diupayakan. Misal, dalam sebuah pertempuran maka jumlah pasukan, peralatan perang, dan perbekalan yang memadai akan memudahkan mencapai kemenangan. Tetapi sejatinya bukan itu saja. Bagi seorang Muslim, kekuatan ruhiyah adalah hal yang tidak boleh diabaikan.
Suatu ketika ‘Umar pernah berkata, bahwa umat Islam menang bukanlah karena kekuatan tetapi karena keutamaan yang dimiliki. Semakin kuat keimanan berarti semakin dekat dengan Allah. Semakin dekat dengan pertolongan-Nya.
Simaklah kisah pertempuran antara Thalut melawan Jalut. Secara materi Jalut akan memenangkan pertempuran karena ia memiliki pasukan yang banyak dan hebat. Begitupun Jalut adalah seorang yang gagah perkasa secara fisik. Berbeda dengan Thalut. Tetapi kehendak Allah ternyata lain. Thalut dengan segenap iman yang terpatri di hati mampu mengalahkan Jalut berikut tentaranya.
“Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al Baqarah [2]: 249)
Bahwa menyusun berbagai kekuatan dan strategi adalah suatu keniscayaan untuk mencapai keberhasilan. Karena Allah pun telah mengisyaratkannya.
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.” (Al Anfaal [8]: 60)

Kekuatan Ruhiyah
Ketika Siprus takhluk di tangan kaum Muslimin, Abu Darda’ justru tersedu. Ia menangis. Abdurrahman bin Jubair bercerita apa yang ia dengar dari ayahnya, “Tatkala Ciprus ditaklukkan oleh kaum Muslimin, tiba-tiba mereka banyak yang menangis. Aku meilhat Abu Darda’ duduk menangis sendirian, aku bertanya kepadanya, ‘Wahai Abu Darda’ apa yang membuatmu menangis di hari Allah memuliakan Islam dan pemeluknya?’ Ia berkata, “Celaka kamu wahai Jubair, betapa hinanya makhluk di sisi Allah jika mereka mengabaikan perintah-Nya. Kamu tahu mereka sebelumnya adalah umat yang kuat dan pemenang, akan tetapi karena mereka meninggalkan perintah Allah, maka kamu lihat seperti apa mereka sekarang.’” (HR. Ahmad)
Dalam Shirah Nabawiyah juga diceritakan. Ahmad bin Marwan bin Maliky di dalam Al Mujalasah dari Abu Ishaq, dia berkata, “Tidak ada musuh yang bertahan lama jika berperang melawan para sahabat. Ketika Heraclius tiba di Anthokia setelah pasukan Romawi dikalahkan pasukan Muslimin, dia bertanya, ‘Beritahukan kepadaku tentang orang-orang yang menjadi lawan kalian dalam peperangan. Bukankah mereka juga manusia seperti kalian?’
Mereka menjawab, ‘Ya’
‘Apakah kalian yang banyak jumlahnya atau mereka?’ tanya Heraclius.
‘Kamilah yang lebih banyak jumlahnya di manapun kami saling berhadapan.’
‘Lalu mengapa kalian dikalahkan?’
Seseorang yang dianggap paling tua menjawab, ‘Karena mereka biasa shalat di malam hari, berpuasa di siang hari, menepati janji, menyuruh kepada kebajikan, mencegah dari kemungkaran dan saling berbuat adil di antara sesamanya. Sementara kami suka minum arak, berzina, melakukan hal-hal yang haram, melanggar janji, suka marah, berbuat semena-mena, menyuruh kepada kebencian, melarang hal-hal yang diridhai Allah dan berbuat kerusakan di bumi.’
Heraclius pun berkata, ‘Engkau membuat aku percaya.’”
Tanpa mengabaikan sebab-sebab material sesungguhnya senjata paling ampuh yang dimiliki umat Islam adalah kokohnya keimanan. Kaum Muslimin memiliki pijakan yang jelas dan tujuan yang pasti. Hingga perjuangan yang mereka lakukan merupakan suatu amal yang akan mendapatkan balasan. Apapun hasilnya.
Sedangkan orang kafir, mereka sebetulnya melangkah dengan langkah yang gamang dan penuh ketidakpastian.
“Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman dan karena sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak mempunyai pelindung.” (Muhammad [47]: 11)
Setiap pribadi Muslim harus semaksimal mungkin memegang dengan kuat syariat Allah. memperkokoh keimanan dalam hati dan melakukan amal-amal shaleh dengan penuh keikhlasan sebagaimana telah dicontohkan Rasulullah dan para sahabat.
Dengan itu semua, kemenangan itu akan segera terwujud. Karena sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat dekat. Dan Dia akan memberi pertolongan jika kita memang sudah memenuhi syarat untuk ditolong sebagaimana para sahabat Rasulullah.
Dr. Abdul Majid Al Hilali dalam bukunya, Rahasia Datangnya Pertolongan Allah, banyak menyebutkan bahwa syarat memperoleh pertolongan Allah itu adalah memperkuat ruhiyah dan menjaga kebersihan hati.
“Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” (Al Maidah [5]: 56)
“Dan Kami tolong mereka, maka jadilah mereka orang-orang yang menang.” (Ash Shaaffaat [37]: 116)
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad [47]: 7)
Mari kita jemput pertolongan Allah itu dengan memperbaiki diri dan umat.

Islam Telah Bangkit, Realitas yang Tak Terbantah
NIC atau National Intellegence Council yang merupakan gabungan intelijen dari 15 negara, yang bermarkas di Virginia, AS, pernah membuat prediksi yang akan terjadi pada sekitar tahun 2020. Mereka mengemukakan empat kemungkinan. Pertama, dunia akan dikuasai AS. Kedua, dunia akan dikuasai China. Ketiga, dunia akan dikuasai India. Dan keempat, Islam akan bangkit kembali dengan ditandai berdirinya kekhalifahan Islam (Islamic Caliphate). Dan organisasi yang banyak mendukung terciptanya kekhalifahan Islam itu terus bermunculan di berbagai negara.
Keruntuhan negara komunis Uni Soviet telah membuktikan betapa kehancuran suatu bangsa bukanlah satu hal yang mustahil. Negara-negara bekas Uni Soviet kemudian mendeklarasikan kemerdekaannya. Mulai dari Uzbekistan, Tajikistan, hingga yang terakhir, Kosovo. Negara-negara yang sebagian penduduknya Muslim itu kini telah merdeka dan bisa menjalankan kegiatan agamanya. Satu hal yang mustahil saat komunis masih berkuasa.
Dari jantung kapitalisme dunia pun dapat kita temukan hal serupa. Dr. Raghib As Sirjany menyebutkan, pada tahun 60-an di Amerika hanya terdapat beberapa ribu umat Islam dengan satu masjid di satu kota. Tetapi kini, jumlah kaum Muslim mencapai lebih dari 8 juta orang, dengan jumlah Masjid yang juga meningkat.
Di Inggris, sekutu terdekat Amerika pun tidak jauh berbeda. Menurut sensus tahun 2001 jumlah Muslimin di Inggris mencapai 1,6 juta orang yang sepertiganya merupakan generasi muda, dan jumlah itu terus mengalami kenaikan. Diperkirakan sekarang mencapai 2 juta orang. Hebatnya mereka turut berperan penting dalam perekonomian di Inggris. Sedikitnya 10 ribu Muslim termasuk kategori orang terkaya di Inggris. Bahkan belakangan, seorang Pendeta dan Tokoh Hukum dari Inggris mengusulkan diperbolehkannya penerapan syariat Islam karena dianggap sebagai hukum yang terbaik.
Di negara-negara Eropa pun terjadi hal yang sama. Perkembangan Islam cukup pesat. Sampai-sampai ada tokoh yang mengatakan, jika kondisinya terus bertahan seperti itu maka kelak Eropa akan menjadi negara Arab seperti Timur Tengah saat ini. Tentu saja semua itu sangat mengkhawatirkan para tokoh anti Islam yang sangat paranoid akut terhadap Islam. Imbasnya muncullah sensasi-sensasi yang mencoba memperburuk citra Islam seperti kasus kartun yang menggambarkan Rasulullah yang dimuat di Denmark atau film Fitna di Belanda. Sebelum itu juga ada Salman Rushdie yang menulis Novel ‘Ayat-Ayat Setan’ (the satanic verses). Tetapi ternyata semua itu tetap tak menyurutkan perkembangan Islam.
Dari negeri 1001 malam, Irak, kini umat Islam mulai bangkit dan berupaya mengusir penjajah Amerika. Perlawanan terus terjadi di mana-mana. Membuat pasukan sekutu frustasi dan banyak yang menjadi ‘gila’. Perlawanan secara bergerilya yang dilakukan para mujahidin terus berlangsung di segala penjuru. Akibatnya ribuan tentara Amerika tewas mengenaskan. Tercatat sudah lebih dari 3 ribu tentara Amerika tewas pasca invansi. Jumlah tersebut mungkin terlalu kecil untuk menggambarkan kondisi sebenarnya. Seringkali Amerika dan media barat merahasiakannya.
Film dokumenter, ‘Baghdad Sniper’ secara jelas telah menggambarkan betapa para pejuang yang ahli dalam membidik target dengan senjata laras panjang terus ditempatkan di berbagai sudut yang dijaga oleh tentara sekutu. Mereka membentuk sebuah brigade penembak jitu (sniper) yang diorganisir dan dilatih secara profesional. Hasilnya banyak dari tentara kafir yang tewas. Dipastikan ada banyak korban yang berjatuhan di pihak tentara sekutu namun sengaja dirahasiakan karena merupakan aib bagi Amerika dan sekutunya. Perjuangan serupa juga terjadi di Afganistan, negeri jihad palestina dan negeri jihad yang lain.
Lalu ke Indonesia, negeri dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Kebangkitan Islam itu juga terus berjalan. Ghirah untuk lebih mendalami Islam dan mengamalkannya semakin kentara. Halaqah-halaqah dan kelompok kajian yang secara intensif mempelajari Islam tumbuh subur tak terbendung. Banyak golongan muda yang semakin bangga dengan keislamannya. Perangkat pendukung pun kian tersedia. Di banyak daerah sekarang telah dikeluarkan berbagai peraturan daerah (perda) yang bernuansa syariat. Pun buku-buku keislaman dan lembaga kajian formal juga semakin semarak. Belum lagi sekolah-sekolah yang telah memadukan nilai-nilai keislaman dalam pembelajarannya.
Tak hanya itu, kini juga munculnya lembaga-lembaga keuangan syariah, penyadaran akan produk halal. Penggunaan mata uang dinar dan dirham kini juga mulai mendapat sambutan. Konon mata uang Dolar Amerika kelak akan colaps dan itu sudah terlihat ketika negara-negara Eropa menerapkan mata uang Euro. Euro menjadi saingan berat bagi Dolar. Dan masih banyak lagi hal yang menandai kebangkitan Islam.
Wahai saudaraku! Bangkitlah dan enyahkan rasa pesimis dalam dirimu. Bageraklah dan usirlah rasa rendah dirimu. Sesungguhnya Islam itu tinggi dan tidak akan ada yang menandinginya!

Bersiaplah Ambil Bagian!
Jika kaki tak mungkin menapak hingga bumi jihad Palestina. Sungguh masih banyak peran yang bisa kita mainkan untuk mendukung mereka. Dan lebih luas lagi untuk menegakkan kejayaan Islam.
Lahan untuk menegakkan dien-Nya terbentang luas. Mulailah dari perbaikan diri. Meruah kepada keluarga. Dan tebarkan kepada seluruh umat manusia. Jadilah umat terbaik. Islamisasi adalah suatu hal yang dilegalkan oleh Allah seperti tersebut dalam firman-Nya, artinya,
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka.” (Ali ‘Imran [3]: 110)
Dakwah adalah sebuah bangunan besar, tetapi ia dimulai dari kerja-kerja kecil yang teratur dan saling bersinergi. Jika memang masih belum sanggup untuk mengajak beramar ma’ruf nahi munkar, minimal diri kita bisa menjadi contoh untuk suatu kebaikan.
”Barangsiapa merintis jalan kebaikan dalam Islam, berarti ia memperoleh pahala (sendiri) dan pahala orang-orang yang mengikuti jalan kebaikan tersebut dengan tiada mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan sebaliknya barang siapa memulai berbuat jahat dalam Islam, berarti memikul dosa (sendiri) ditambah semua dosa orang-orang yang menirukan kejahatannya dengan tiada mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)
Para orientalis banyak menebarkan fitnah bahwa Islam disebarkan dengan pedang (kekerasan). Faktanya dalam setiap negara yang dikuasai Islam justru penduduknya diberi kebebasan untuk memilih dan menjalankan agama mereka. Sejatinya ‘pedang’ umat Islam bukanlah pedang baja atau besi yang tajam. ‘Pedang’ itu adalah akhlakul karimah. Akhlak yang baik.
Tentang ini Ahmad Deedat dalam The Choice-nya menukilkan kata-kata Pandit Gyanandra Dev Sharma Shastri, dia menyatakan, “Mereka (pengkritik Muhammad) tidak bisa melihat bahwa satu-satunya pedang Muhammad adalah pedang kemurahan hati, petunjuk, persahabatan, kemauan untuk memaafkan—pedang yang menaklukkan musuh-musuhnya dan membersihkan hati mereka. Pedangnya lebih tajam dari pedang baja.”
Subhanallah! Sungguh menakjubkan, itulah pedang yang mampu mengalahkan musuh tanpa harus melukai, membuat mereka tunduk tanpa harus merasa terhina, dan membuat mereka patuh tanpa harus dipaksa. Itulah pedang Nabi Muhammad dalam menyebarkan Islam.
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.“ (Al Qalam [68]: 4)
Sekarang. Mari kita bergerak. Gerak yang bukan sekedar gerak. Namun gerak dengan langkah yang tertata. Berawal dari niat yang bersih. Memiliki tujuan jelas. Kita bangun barisan dengan membawa panji Islam. Dalam satu ikatan teguh kalimat tauhid, La ilaaha illallaah. Jadilah prajurit Allah. Insya Allah saat kejayaan Islam akan segera tiba.
“Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang.” (Ash Shaaffaat [37]: 173)
“Islam akan mencapai apa yang telah dicapai siang dan malam (artinya seluruh dunia), dan Allah tidak akan membiarkan rumah-rumah yang terbuat dari batu dan rumah-rumah yang lain kecuali diperuntukkan bagi Islam, baik dengan cara terhormat atau sebaliknya, kehormatan yang diberikan Allah untuk Islam, dan kehinaan yang digunakan untuk menghina orang-orang kafir.” (HR. Ahmad, Thabrani dan Ibnu Hibban dari Al Dariy)

Allahu Akbar!!
*) Eko Triyanto
Ketua Forum Studi Islam (Forsis) Remassa
Nanggulan, Kamar Pojok, Sya’ban 1429 H

Sabtu, 09 Mei 2009

Menulis, Mengasah Ketajaman Hati dan Pikiran



“Segala sesuatu awalnya kelihatan berat dan sukar. Wajarlah jika banyak yang gugur di permulaan. Menyerah pada kenyataan. Kecuali orang-orang luar biasa yang memiliki cadangan motivasi lebih.”


agi banyak orang menulis dianggap sebagai suatu perkerjaan yang sulit. Sebagian lagi menganggap remeh. Tidak penting. Padahal bila kita cermati. Mau tidak mau, suka tidak suka, banyak dari kita yang akan selalu berhadapan dengan pekerjaan tulis-menulis. Mulai dari membuat tugas sekolah seperti laporan atau makalah. Hingga tugas akhir, skripsi (S1), Tesis (S2) dan Desertasi (S3) bagi mahasiswa.
Selamat Datang di Dunia Jurnalistik
Harus kita akui, tradisi menulis kalah populer dibanding dengan tradisi berkomunikasi dengan lisan (bicara). Mungkin kita akan betah mengobrol selama berjam-jam. Tetapi ketika disodori pena dan selembar kertas untuk menulis, kita merasa kesulitan. Bingung. Mengapa? Bukankah apa yang kita omongkan bisa kita ubah menjadi bentuk tulisan?
Yang Penting Motivasi!
Jawabnya tentu beragam. Memang dapat kita katakan bahasa lisan sangat berbeda dengan bahasa tulis. Tapi ini kita abaikan dulu.
“Motivasi adalah proses aktualisasi sumber penggerak dan pendorong tingkah laku individu memenuhi kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu.” Demikian definisi motivasi menurut ilmu psikologi.
Sebelum menulis coba tentukan dulu apa alasan yang mendasari kita membuat tulisan. (Alm) Mohammad Diponegoro memberikan beberapa contoh yang biasa menjadi alasan seseorang untuk menulis. Antara lain, mencari ketenaran (karena namanya akan dikenal) dan sebagai jalan mencari nafkah.
Di Indonesia mungkin menulis memang belum bisa dijadikan sandaran hidup. Karena honor yang diterima penulis masih relatif kecil. Minat baca di negeri kita yang rendah menjadi salah satu penyebabnya. Berbeda dengan di luar negeri. Sekedar contoh—untuk lebih memotivasi—kamu pasti kenal dengan JK. Rowling penulis serial Harry Potter yang kesohor itu. Ditaksir kekayaan yang dimilkinya melebihi kekayaan Ratu Elizabeth!
Menulis Itu Bakat?
Selamat!! Kalau kamu berpikiran demikian berarti kamu juga berbakat. Bukankah sejak kelas TK atau kelas satu SD kamu sudah pandai menulis? Mula-mula kita hanya mengenal satu dua huruf dan kesulitan untuk merangkainya. Tapi sekarang lihatlah betapa pintarnya kita menyusun kalimat-kalimat yang panjang. Apalagi saat menulis surat atau sekedar curhat ma someone (Maklum jatuh cinta!).
Thomas Alva Edison bilang, keberhasilan ditentukan 1% bakat dan 99% kerja keras. Tidak heran bila Edison yang dianggap dungu dan sempat dikeluarkan dari sekolah pada akhirnya mampu mengejutkan dunia dengan berbagai penemuannya.
Menulispun demikian. Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama. Tinggal bagaimana ia mengembangkan dirinya untuk menjadi penulis. Yakinlah kamu pasti… BISA!
Menulis Itu Gampang-Gampang Susah
Arswendo Atmowiloto yang sempat bikin heboh dengan hasil surveinya—karena menempatkan dirinya sebagai tokoh paling digemari di atas Nabi Muhammad Saw.—mengatakan bahwa: Menulis itu gampang.
Karuan saja pernyataan itu banyak mendapat protes. Toh ia memang seorang penulis yang tentu sudah piawai dalam membuat sebuah tulisan. Lha kita? Hee... Tapi untuk menarik minat calon penulis pernyataan di atas memang ada benarnya.. Coba pikir, dibilang gampang saja masih banyak yang enggan menulis apalagi dibilang susah. Jangan-jangan tidak ada yang minat.
Menulis memang pekerjaan yang gampang-gampang susah. Pada awalnya mungkin kita kesulitan karena bahasa tulis berbeda dengan bahasa lisan. Dalam bahasa lisan kita hanya berpikir bagaimana menyampaikan informasi (pesan) yang kita punya agar orang lain faham. Bahasa yang digunakan pun sangat bebas dan bervariasi tanpa menghiraukan aturan yang ada.
Sedangkan dalam bahasa tulis. Kita dituntut menggunakan tanda baca yang pas dan pemilihan kata (diksi) yang tepat. Agar pesan yang kita tulis dapat dipahami secara mudah dan jelas.
“Menulis berbeda dengan berbicara. Agar efektif, menulis menuntut si penulis mengungkapkan gagasannya secara tertib dan tertata,” kata Mas Hernowo, seorang penulis sekaligus editor Grup Mizan.
Tetapi lambat laun. Tanpa kita sadari kemampuan ini akan terasah bila kita membiasakan diri untuk menulis. Sambil membaca hasil tulisan kita berulang-ulang. Lalu bandingkan dengan tulisan hasil karya orang lain yang dianggap lebih baik.
Menulis Sambil Berenang Bisakah?
Ada pepatah mengatakan: Sambil menyelam minum air. Tapi mungkinkah berenang sambil menulis? Entahlah. Tapi maksud saya bukan begitu. Ahmad Munif, seorang penulis novel yang cukup produktif (ehm..ehm..beliau juga dosen saya lho) mengibaratkan aktifitas menulis seperti berenang.
Seorang yang baru belajar renang boleh saja menguasai segala macam teori tentang renang. Tetapi teori yang dikuasainya itu tidak akan berguna bila ia tidak pernah mecoba terjun ke kolam renang. Jadi syarat utama menjadi penulis ialah praktek membuat tulisan. Sekali lagi PRAKTEK. U understand?
Kebiasaan bagus yang bisa kita lakukan untuk mempermudah meningkatkan kemampuan menulis yakni membuat Catatan Harian. Dalam buku Cathar itu kita bisa mengekspresikan segala apa yang kita rasakan setiap hari dalam bentuk tulisan.
Jangan ragu lagi. Tulis…tulis…dan tulis…Nah…kamu sudah jadi penulis!
Melatih Ketajaman Hati dan Pikiran
Afwan. Sorry. bagi kamu-kamu yang punya prinsip ‘cuex is the best’ saya persilakan untuk bilang ‘Selamat Berpisah’ dengan dunia tulis menulis. Dunia penuh warna, tantangan, dan rahasia-rahasia mengejutkan.
Penulis adalah seorang intelektual yang peduli dengan lingkungan sekitarnya. Dengan realitas yang ada. Ia tergelitik dan tergerak bila melihat fenomena yang menyimpang dari kaidah dan tata nilai yang ada. Ia ingin agar orang lain juga tahu penyimpangan tersebut. Sehingga mampu menangkalnya.
Tidak pelak untuk menjadi penulis harus siap membuka pancaindera dengan selebar-lebarnya. Mengamati peristiwa-peristiwa yang ada. Lalu menakarnya dengan hati. Kira-kira itu sesuai dengan norma yang ada gak ya? Sudah itu putarlah akal untuk mencari solusi yang mungkin bisa diterapkan. Tuangkan ide itu dalam tulisan agar orang lain bisa mengaksesnya.
Di sinilah hati akan semakin sensitif melihat realitas. ‘You don’t care?’ but I not. Pikiran menjadi lebih aktif untuk berpikir. Bukan saja bagi diri sendiri. tetapi juga bagi orang lain. Ingat: Bukan hanya untuk diri sendiri. Sayang kan bila kapasitas kecerdasan yang kita miliki hanya dinikmati sendiri. Egois banget!
Kata Rasul, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang bisa memberi manfaat kepada orang lain.”

Menjelajah Dunia Ide
Tulisan hakikatnya merupakan ide yang dibahasakan lewat tulisan. Sebagian lagi berupa fakta yang sistematika penyajianya menurut selera penulis. Di sini juga menuntut adanya ide.
Yang bagus jika ide itu belum pernah dikemukakan orang lain. Cerdas. Tepat sasaran dan mampu ‘menggerakkan’. Hingga tulisan terasa lebih hidup.
Artinya penulis mesti punya stok ide yang memadai. Atau setidaknya punya cadangan biji-biji informasi yang bisa disemai menjadi ide. Konsekuensinya, orang yang ingin menulis mesti rajin-rajin mengumpulkan informasi dengan cara melihat, mengamati dan yang penting membaca! ‘Iqra’’, kata Jibril.
Membaca menjadi hal wajib bagi seorang yang ingin menjadi penulis. Ibarat penampungan air. Sebelum mengalirkan air mesti diisi dulu. Tetapi pengisiannya pun harus selektif. Agar yang keluar nantinya juga sesuatu yang bermanfaat. (Harap tahu aja sekarang banyak buku ‘berbau Islam’ dan buku-buku best seller yang bisa meracuni aqidah kita. Misalnya?)
BTW. Perbanyaklah membaca. Dan temukan ide-ide cemerlang. Ingat tulisanmu bisa mengubah dunia.

CopryghtEkoSambirejo06 Agustus 2005

Disampaikan Pada:
Ekstra Jurnalistik SMP N 4 Prambanan
Oleh:: Eko Triyanto
Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam
UIN Sunan Kalijaga Pemimpin Redaksi Al_Kahfi Newsletter

Semangkuk Kuah Perekat Ukhuwah

Dari Abu Dzar, Rasul Saw. bersabda; “Hai Abu Dzar, ketika kau memasak kuah, perbanyaklah airnya, dan perhatikanlah tetanggamu.” (HR. Muslim). Dalam hadits lain dari Abu Hurairah, Rasul Saw. bersabda, “Hai kaum hawa yang beragama Islam, sekali-kali jangan berhati kecil (jangan merasa hina) sewaktu akan memberi hadiah kepada tetangga, sekalipun hanya sepotong kikil kambing.” (HR. Bukhari-Muslim).
Mungkin timbul pertanyaan kenapa Rasul begitu menekankan sedekah yang berupa makanan ini. Ya, ternyata rekatnya tali ukhuwah bisa bermula dari makanan. Saling berbagi makanan antar tetangga dapat mempererat tali silaturrahim. Karena yang dipandang bukan apa yang diberikan tetapi lebih bagaimana seorang memiliki perhatian kepada tetangga lain.
Pengaruh makanan memang luar biasa. Coba tengok kira-kira apa yang mampu membuat sekelompok anak muda rela bergabung pada sebuah gank? Salah satu faktor utamanya adalah karena makanan. Umumnya mereka menjadi loyal (mempunyai ikatan) diakibatkan oleh karena mereka kerap kali diberi makanan atau minuman (keras). Rasa bisa saling berbagi ini menumbuhkan ikatan yang begitu kuat.
Sebuah cerita menarik pernah dimuat dalam majalah, ada seorang yang belajar di Jepang, selama di sana ia rajin berbagi makanan kepada para tentangganya. Tentu saja hal itu menimbulkan rasa heran karena umumnya masyarakat di sana jarang melakukannya. Ternyata hal itu menumbuhkan ketertarikan untuk mempelajari agama Islam yang sedemikian luhur dalam mengajarkan interaksi sosial kepada sesama manusia. Pada akhirnya kebiasaan berbagi makanan tersebut mampu menjadi jalan terbukanya pintu hidayah dari Allah. Dari sini jelaslah bahwa anjuran Rasul untuk saling berbagi makanan meskipun hanya sepotong kikil amatlah bermanfaat.
Bila dalam keadaan normal memberi makanan sangat dianjurkan apalagi memberi makan kepada mereka yang kekurangan atau sedang membutuhkan. Seperti kepada saudara-saudara kita yang sedang mendapat berbagai musibah. Tentu akan sangat bermanfaat bagi mereka. Orang yang pelit berbagi makanan kepada fakir miskin dan tidak menganjurkannya dianggap sebagai pendusta agama.
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.” (Al Maa´uun [107]: 1-3)
Begitulah, nampaknya kita harus mulai membiasakan berbagi makanan yang barangkali selama ini dianggap sepele. Patut dicatat agama ini sangat apresiatif pun dalam hal-hal kecil yang bernilai kebajikan.
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Al Zalzalah [99]: 7)

Eko Triyanto
Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Senja di Dermaga

Untuk kesekian senja
Di tepi dermaga ini
Masih saja kumengeja
Menduga makna kata setia
Sementara bahteramu semakin jauh
Diantarai jarak tak tertempuh
Dan bayangmu tenggelam perlahan
Tertelan gelombang samudra.
2003

Petuah Ayah

Menangislah anakku,
Ayah kenal haru rindumu
Terlampau jauh kau tlah berjalan
Mengembarai hidup tanpa tujuan
Satu pintaku
Sebelum kutempuh perjalanan panjang
Jangan kau lupa kitab ditangan
Yang sempat ayah ajarkan
Itu hanya sebuah jalan,
Kemauan hatimulah menentukan
Hitam putih titian yang kau pilih
Anakku, ayah harus pergi
Mengulang tidur tanpa mimpi
Agar kau tahu dunia ini, semu
Dan kau harus menetap disini
Jadi saksi antara hidup dan mati
Kadang tak berarti. 24.MARET.DUA000DUA


Ibu Dan Ilalang


Itukah engkau ibu
Merenungi kisah hujan semalam
Yang tak sempat mengairi
Rekahan kemarau sawah kita
Sementara ilalang kian tegak
Menantang badai
Paras sayu serta alunan do’amu
Mengeraskan kepalaku
Lupa janji bakti yang semestinya aku penuhi.

rinduku rindu angin

ingin kutulis rindu pada sekelebat
angin
yang menandai hadirnya musim
yang memnggugurkan bougenvile ungu darimu
agar kau tahu sungguh
sulitnya rindu kubunuh


2003

Malam Sehabis Tahajjud


Ada cucuran airmata
Menitik bersama do’a
Yang sengaja kutabur
Dalam kehampaan jiwa
Malam sehabis tahajjud
Kucoba menakar dosa
Yang terlanjur kugambar
Pada perjalanan-perjalananku
Yang tlah berlalu
Malam sehabis tahajjud
Di atas sajadah membasah
Aku gemetar dalam istighfar
Tenggelam dalam dzikir panjang
Biarpun aku yakin itu sia-sia
Sebab keangkuhan terlampau keras
Meski kucobc luluhkan dengan airmata
Hanya saja,
Dibatas keputusasaan
Diujung usia yang menyisa
Aku menggenggam sekeping asa
Untuk menemui-Mu
Suatu saat

MENJADI MUSLIM MANDIRI

Dutsur Ilahi:
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Taubah [9]: 105)
Motivasi:
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Ar-Ra’d [13]: 11)
Kisah Teladan:
Ini kisah seorang Muhajirin bernama Abdurrahman bin ‘Auf dengan Qais bin Rabi’ seorang sahabat Anshar. Sebelum hijrah Abdurrahman bin ‘Auf adalah seorang saudagar kaya, namun ia rela meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah demi menjaga iman. Suatu ketika Qais berkata kepadanya, “Aku berikan separo hartaku untukmu. Aku juga memiliki dua orang istri, aku beri kamu bagian satu orang.” Namun Abdurrahman bin ‘Auf menjawab dengan penuh ketegasan, “Aku tidak memerlukan itu, tunjukkanlah pasar padaku.” Abdurrahman lalu pergi ke pasar dan mulai saat itu ia berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya dari usaha tangannya sendiri.
Menakjubkan, bukan? Begitulah, dan sudah sewajarnya orang yang berusaha mandiri memperoleh penghargaan yang pantas sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Barang yang paling bagus dimakan seseorang adalah yang merupakan hasil kerjanya.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad). Juga diungkapkan dalam hadits lain, “Barangsiapa di malam hari merasa letih karena bekerja dengan tangannya, maka di malam itu ia memperoleh ampunan Allah.” (HR. Ahmad)
Pokok Kajian: Mengapa Harus Kaya dan Mandiri?
Jauh-jauh waktu Nabi Saw., telah mengingatkan kita, bahwa kefakiran dapat menyeret seorang hamba menuju kekafiran. Itu artinya kita harus kaya. Kita harus mandiri. Sebab hanya dengan kemandirian itulah kita dapat menjaga kehormatan, harga diri dan kewibawaan. KH. Abdullah Gymnastiar, da’i sekaligus wirausahawan muslim mengemukakan setidaknya ada empat poin alasan mengapa umat harus kuat secara ekonomi,
Pertama, ekonomi lemah berarti ibadah tidak bisa maksimal.
Kedua, ekonomi lemah menurunkan tingkat pendidikan
Ketiga, ekonomi lemah berarti tingkat kesehatan masyarakat rendah.
Keempat, ekonomi lemah berarti gerbang menuju penjajahan gaya baru.
TIPS! Bikin Hidup Lebih Kaya
Jadilah Pedagang!
“Usaha yang paling utama dalah jual beli yang baik dan pekerjaan seorang laki-laki dengan ketrampilan tangan sendiri.” (HR. Ahmad)
Bekerja sesuai dengan bakat dan kemampuan
“Katakanlah: ‘Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (Al-Israa’ [17]: 84)
Memilih pekerjaan yang baik dan halal meskipun sulit
Allah berfirman, artinya, “Katakanlah: ‘Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwlah kepada Allah hai orang-orang yang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al-Maidah [3]: 100). Niat yang baik tidak menjadikan yang haram menjadi halal.
Bekerja dengan sungguh-sungguh
Allah berfirman, artinya, “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.” (Al-Hajj [22]:78)
Mengoptimalkan potensi diri yang ada
Allah berfirman, artinya, “Katakanlah: ‘Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula).” (Al-An’aam [6]: 135)
Jangan tidur di waktu pagi
“Jika telah melakukan shalat di waktu pagi (shubuh) maka janganlah kamu tidur (sehingga tidak sempat) mencari rizki-rizkimu.” (HR. Thabrani)
“Berpagi-bagilah untuk mencari rizki dan kebutuhan-kebutuhan, sebab pagi itu membawa berkah dan kesuksesan.” (HR. Thabrani)

Oleh: Eko Triyanto [eko_nomisyariah@telkom.net]
Disampaikan pada Pengajian Remaja Masjid Pojok-Babadan
Sabtu, 07 April 2007

URGENSI PENDIDIKAN AGAMA

Oleh: Eko Triyanto

Bangsa Indonesia telah lama dikenal sebagai bangsa yang memiliki kebudayaan dan perikehidupan yang luhur. Bangsa yang ramah, bangsa yang santun, bangsa yang mampu menghormati perbedaan, suka bergotong-royong dan segudang sanjungan lainnya. Tentu semua pujian itu berangkat dari realitas kehidupan bangsa ini yang memang di masa lalu sangat menghargai moral dan nilai-nilai kemanusiaan.
Sayangnya arus kebudayaan asing yang terus membanjiri bangsa ini mengikis nilai-nilai luhur itu. Kapitalisme dengan segala bentuk dan ragamnya telah mengajarkan kepada generasi penerus bangsa ini budaya hidup yang jauh dari norma-norma sosial dan agama. Sekarang, lambat tapi pasti sikap hidup yang permisif, hedonis, individualis, dan materialis menjangkiti masyarakat. Bukan tidak mungkin hal tersebut kian membunuh karakter bangsa ini sebagai bangsa timur yang dikenal sangat menjunjung nilai moral.

Tinjauan Tentang SQ
Sejak diketahui bahwa SQ (spiritual quotient) atau kecerdasan spiritual sangat berperan signifikan dalam mendorong prestasi dan karir. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi berpotensi memiliki karakter-karakter unggul yang akan memudahkan dalam proses interaksi dengan orang lain maupun lingkungan kerja. Kecerdasan spiritual akan memunculkan sikap-sikap positif seperti kejujuran, kedisiplinan, loyalitas, pantang menyerah dan sebagainya.
Banyak orang kemudian sadar bahwa ternyata nilai-nilai spiritual yang dalam hal ini dapat diwakili oleh peran agama sangat penting untuk ditanamkan kepada anak didik. Kecerdasan spiritual banyak menjadi tumpuan memperbaiki karakter seseorang untuk membuat kemajuan yang berarti. Meskipun dalam pelaksanaannya ternyata hasil yang dicapai belum sesuai harapan. Sekian lama kemerosotan moral belum juga mampu dibendung meskipun nilai-nilai agama telah diajarkan di sekolah dari tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Bahkan ada kecenderungan kegersangan jiwa dan keringnya nilai spiritual kian meningkat.
Tentu semua itu bukan semata kesalahan dari pelaksanaan pendidikan agama di sekolah. Sebab faktanya, banyak faktor lain yang turut serta dalam mempengaruhi kehidupan beragama seseorang. Lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan pergaulan ternyata memiliki porsi yang lebih kuat untuk memberi pengaruh. Maka semestinya dalam pelaksanaan pendidikan agama harus melibatkan semua pihak dan menjadi tanggung jawab bersama. Peran serta orang tua sangat dibutuhkan untuk ikut serta melakukan kontrol terhadap perilaku anak selama di lingkungan keluarga. Dengan demikian proses pendidikan akan terlaksana secara berkesinambungan dan lebih efektif guna mencapai hasil yang diinginkan.

Menanamkan Nilai Moral
Prof Zakiah Daradjat (1978) menyatakan bahwa moral bukanlah suatu pelajaran yang dapat dicapai dengan mempelajari saja, tanpa membiasakan hidup bermoral dari sejak kecil. Moral itu tumbuh dari tindakan kepada pengertian dan tidak sebaliknya.
Dengan demikian diharapkan pendidikan agama bukanlah sekedar pengalihan pengetahuan keagamaan (transfer of religion knowledge) dari guru ke siswa. Namun hendaknya mampu mengarahkan dan membina agar perilaku siswa dapat sesuai dengan tuntunan agama. Lingkungan sekolah harus menjadi representasi dari kehidupan keagamaan agar siswa dapat menemukan model lingkungan yang sesuai dengan ajaran agama. Proses pendidikan agama itu dapat berlangsung sepanjang siswa masih di lingkungan sekolah. Bukan sebatas saat pelajaran agama saja. Dengan demikian perlu kerjasama antara semua warga sekolah untuk dapat menciptakannya.
Pendidikan itu bisa dimulai dari hal-hal kecil, karena sesungguhnya Islam mengatur segala persoalan dalam kehidupan di dunia ini. Mulai dari sikap saling menghormati, kasih sayang, perilaku yang baik terhadap teman, adab makan-minum, adab berbicara kepada orang lain dan masih banyak lagi. Dan jangan dilupakan bahwa kedisiplinan, menepati janji, berbuat jujur, saling menolong dan perbuatan terpuji lainnya juga merupakan ajaran agama yang sangat penting untuk diajarkan dan dilaksanakan.
Terkadang pendidikan agama menjadi kurang menarik karena dianggap belum menjadi kebutuhan yang mendesak. Kalah populer dengan mata pelajaran yang di Unas-kan. Di sinilah perlunya mendesain dan mengarahkan agar pendidikan agama dapat menjadi problem solving bagi realitas yang ada di masyarakat. Sehingga siswa dapat merasakan manfaat dari ajaran yang diperolehnya. Siswa akan dapat berguna bagi orang lain. Mereka dapat merefleksikan pengetahuan kegamaannya dalam menghadapi permasalahan hidupnya.
Guru harus berupaya memahami alam pikiran siswa dan menjadikan agar pelajaran yang disampaikan relevan dengan kehidupan yang dihadapi siswa. Sebab ajaran agama bukanlah bahasa langit yang susah diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari dan bersifat dogmatis. Sebaliknya tujuan dari ajaran agama yang sesungguhnya adalah sebagai cahaya penuntun dan menjadi pegangan hidup saat manusia tersesat dalam kegelapan atau kehilangan sandaran. Agama adalah penuntun menuju keselamatan. Bagaimana mungkin hal tersebut dapat tercapai jika agama hanya menjadi sebuah bahasa langit?
Rasulullah telah mencontohkan bagaimana seharusnya seorang pendidik mampu memahami dan mengerti kondisi dari murid. Bahkan Rasulullah sangat tahu kelebihan dan kekurangan pribadi masing-masing sahabat sehingga tidak heran bila ada beberapa hadits yang ‘berlainan’ tetapi maksudnya sama. Misal, suatu ketika Nabi mengatakan bahwa sebaik-baik amal adalah berkata jujur dan pada kesempatan lain amal terbaik adalah berbakti kepada orang tua. Semua itu beliau sampaikan berdasarkan keadaan pribadi masing-masing sahabat.

Peluang dan Tantangan Pendidikan Agama
Tujuan utama pendidikan agama (baca: Islam) adalah terbentuknya akhlak yang baik. Karena itulah yang menjadi muara dari ajaran Islam. Dan Rasulullah pun diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dengan demikian peri-hidup Rasulullah adalah refleksi dari kesempurnaan akhlak, dan itu bisa ditelusuri melalui Al Quran dan Hadits. Akhlak sendiri merupakan perilaku yang secara konsisten dilakukan sehingga menjadi kebiasaan. Dan ketika diberi suatu stimulan yang sesuai maka perilaku tersebut akan muncul tanpa melalui pemikiran (spontan).
Globalisasi dengan segala bentuknya di satu sisi membuat manusia semakin jauh dari sentuhan agama (sekuler). Namun pada sisi lain tampaknya juga membuat manusia semakin sadar akan pentingnya peran agama dalam kehidupan mereka. Tidak heran bila kemudian banyak orang yang dengan gigih dan kuat memegang prinsip keberagamaan mereka. Tidak lagi takut untuk menunjukkan identitas keagamaannya kepada orang lain. Bahkan mereka memiliki semangat (ghirah) untuk menyebarluaskan nilai-nilai agama kepada masyarakat luas.
Banyak orang kemudian lebih selektif dalam menyekolahkan putera-puteri mereka dan ada sebuah trend dengan menitikberatkan pada sekolah yang memiliki keunggulan dalam penanaman nilai agama kepada siswanya. Maka muncullah sekolah-sekolah Islam terpadu yang memberi porsi lebih untuk kegiatan agama. Sebetulnya kondisi tersebut dapat ditangkap menjadi sebuah peluang untuk lebih mengembangkan pendidikan agama di sekolah negeri sekalipun. Terbatasnya jam pelajaran agama bukanlah satu kendala untuk mengembangkan dan memperbaiki pembelajaran agama di sekolah. Toh, peluang untuk berinovasi dalam proses pembelajaran juga masih sangat terbuka.
Sekarang di banyak masjid telah ada kegiatan taman pendidikan Al Quran (TPA) yang dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat. Hal tersebut dapat dioptimalkan oleh guru agama untuk meningkatkan kemampuan siswa terutama dalam bidang baca tulis Al Quran. Guru dapat ikut serta dalam mengontrol keaktifan siswa, karena umumnya guru lebih disegani. Selain itu juga dapat mengamati kemajuan mereka dalam mengikuti kegiatan TPA.
Namun kita juga tidak bisa menutup mata, televisi merupakan tantangan yang sulit untuk diatasi. Berbagai tontonan yang bertentangan dengan ajaran agama secara gratis dan mudah dapat dilihat. Belum lagi tayangan-tayangan yang lebih banyak mengajari anak untuk bersikap konsumtif dan gaya hidup yang serba luks telah membuai dan menjauhkan mereka dari realitas kehidupan yang sedang dijalani. Tidak jarang anak menjadi kurang peka jiwa sosialnya. Itu semua menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pendidikan agama untuk bisa membangun kembali karakter bangsa yang sudah mulai luntur.

Menyongsong Masa Depan yang Lebih Bermartabat
Kita turut miris, dalam hal-hal yang negatif Indonesia ternyata berada di peringkat atas dunia. Sebagai negara paling korup, negara dengan kualitas pendidikan rendah, negara dengan tingkat pembalakan hutan yang parah dan banyak lagi. Cukup sudah berbagai julukan itu semestinya membuat semangat kita terbakar untuk turut serta mengubah citra buruk Indonesia di dunia internasional. Kita ingin bangsa ini disegani bangsa lain dan lebih bermartabat.
Tantangan yang terbentang bukanlah semakin ringan, melainkan justru kian beragam dan berat. Untuk itulah sejak dini perlu dipersiapkan generasi penerus bangsa yang memiliki kemampuan kualitas mumpuni. Bangsa ini butuh sumber daya manusia yang unggul dalam kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memiliki moral yang bagus. Pendidikan agama sangat penting untuk berperan serta dalam membekali tunas bangsa agar tidak hanya mampu mengembangkan kreatifitas intelektualnya namun juga memiliki daya tahan mental-spiritual dalam menghadapi kemajuan zaman yang berpotensi menjauhkan manusia dari nilai-nilai agama.
Pendidikan agama diharapkan menjadi embun penyejuk di tengah kegersangan jiwa. Menjadi penerang di tengah kegelapan hati. Menjadi penuntun bagi banyak orang yang telah kehilangan jati dirinya. Sehingga kita akan bisa melihat kembali Indosesia yang dikenal sebagai bangsa yang ramah, berjiwa sosial tinggi dan menjunjung tinggi nilai moral dalam segala aspek kehidupannya. Semoga!

Eko Triyanto
Staff Pendidik SD Muhammadiyah Suronandan
Minggir Sleman Yogyakarta

Semua Orang Memiliki Potensi untuk Berprestasi

(Belajar dari Kisah Masathosi Koshiba-Peraih Nobel Fisika tahun 2002)

Pada dasarnya setiap orang memiliki potensi yang bisa dikembangkan guna mencapai prestasi. Hanya saja perlu adanya usaha-usaha untuk memaksimalkan potensi tersebut. Termasuk rangsangan dari lingkungan sekitar guna membangkitkan motivasi seseorang untuk melejitkan potensinya. Dalam dunia pendidikan sering kita menemui siswa yang menurut penilaian subyektifitas kita dianggap sebagai anak yang ‘bodoh’, karena prestasi akademiknya jeblok atau di bawah rata-rata teman lain. Tetapi bernarkah siswa itu memang ‘bodoh’??
Di sinilah seorang guru harus berperan lebih, bukan saja sebatas menyampaikan materi pelajaran namun juga harus jeli mengamati peserta didik. Seorang guru semestinya mampu menjadi konselor sekaligus motivator kepada siswa tersebut agar dapat meningkatkan prestasinya. Karena boleh jadi ‘kebodohan’ itu disebabkan kurangnya motivasi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki atau memang karena faktor lain (sosial-psikologis) yang membuat potensi anak sulit berkembang.
Kita bisa belajar dari kisah Masathosi Kosiba, seorang ahli fisika yang berhasil meraih nobel pada tahun 2002. Pria yang lahir di kota Toyohashi, Jepang, pada tanggal 19 September 1926 itu semasa sekolah dianggap sebagai anak yang ‘bodoh’ karena nilai mata pelajaran matematika dan fisikanya jelek. Bahkan ada seorang gurunya yang menganggap Kosiba tidak akan mungkin bisa memahami fisika. Tetapi anggapan itu justru menumbuhkan semangat luar biasa dalam diri Kosiba untuk membuktikan bahwa ia mampu.
Sejak remaja sebetulnya ia bercita-cita bergabung di sekolah militer atau menjadi seorang musisi, sebab ia memang gemar mendengarkan musik. Kira-kira sebulan sebelum ujian militer ia terserang penyakit polio yang memaksanya untuk beristirahat. Dalam masa penyembuhan itu, seorang gurunya sempat memberikan buku yang berisi ide-ide fisikawan Albert Einstein, sehingga mendorongnya menyenangi fisika.
Ia kemudian mendaftar di University of Tokyo memilih jurusan fisika, tetapi sayang dia gagal. Kosiba tak pernah mneyerah, ia terus berusaha sampai akhirnya ia lulus ujian dan diterima. Kosiba bukanlah anak orang kaya, sehingga semasa kuliah dia harus berusaha mencari biaya untuk dirinya dan membantu keluarganya. Ia kemudian bekerja sambil menyelesaikan kuliah. Karena kesibukkannya kadang dalam satu pekan dia hanya masuk kuliah satu kali. Dengan kondisi seperti itu ada yang mengatakan dia tidak akan mungkin lulus. Namun nyatanya dia mampu lulus pada 1951.
Kosiba kemudian meneruskan belajar di Rochester University, Amerika Serikat dengan berbekal surat rekomendasi dari dosennya di Tokyo University yang secara jujur menyatakan: ‘His results are not good, but he’s not that stupid.’ (hasil pendidikan selama kuliah tidaklah bagus, tapi ia bukan seorang yang bodoh). Akhirnya ia bisa diterima di University of Rochester dan empat tahun kemudian Kosiba berhasil mendapatkan gelar Ph.D!
Setelah beberapa tahun di Amerika ia kemudian kembali ke Jepang dan mengajar di almamaternya. Saat bekerja di almameternya inilah Kosiba merancang dan membuat detektor Kamioka NDE yakni alat yang secara sederhana merupakan pendeteksi neutrino matahari. Kamioka adalah nama sebuah tambang dan NDE kependekkan dari Nucleon Decay Experiment (eksperimen untuk mengukur peluruhan nukleon). Kosiba juga berhasil mengembangkan detektor Super Kamioka NDE yakni tipe detektor yang sama, namun memiliki sensitifitas cahaya yang lebih baik dan digunakan dalam pengamatan neutrino matahari.
Kosiba dan timnya terus mengadakan berbagai percobaan sampai akhirnya berhasil membuktikan adanya partikel elementer yang disebut sebagai neutrino. Dari hasil pengamatan itu mendukung pikiran teoritis bahwa ledakan supernova dipicu oleh kegagalan gravitasi. Hasil penelitian tersebut mendorong lahirnya bidang penelitian baru dalam astrofisika, yakni astronomi neutrino.
Demikianlah, Masathosi Kosiba yang semula dicap sebagai anak ‘bodoh’, dengan usaha dan kerja keras akhirnya berhasil menyabet nobel, sebuah hadiah prestisius bagi para ilmuwan. Mungkin memang benar kata-kata penemu legendaris Thomas Alva Edison, bahwa keberhasilan itu ditentukan oleh 1% bakat dan 99% kerja keras.


Eko Triyanto
Guru SD Muhammadiyah Plembon
Cabang Dinas Kec. Minggir
Kabupaten Sleman

Ramadhan Terakhir


1.
Tak terasa waktu bergulir begitu cepat. Tanpa memperdulikan aku yang makin larut dalam kekalutan. Rasanya baru kemarin aku datang ke sini. Masih terbayang hari-hari pertamaku di Jogja yang kuhabiskan dengan isak tangis, tanpa ada yang mau mengerti kecuali bantal guling yang setia menemaniku. Rasanya baru kemarin ibuku berpesan agar aku aktif ikut berbagai kegiatan selama di Jogja. Ya, rasanya semua itu baru terjadi kemarin. Masih kuingat betul !
Senja telah mendekat, namun perempuan itu masih asyik merangkai ingatannya, mencoba menghadirkan masa lalu, meski sebentar lagi harus dikubur. Sesekali disibakkanya, beberapa helai rambut yang menutupi kening.
Semua mesti berganti, dan aku selalu berkata pada diriku sendiri bahwa aku bisa, bahwa aku mampu, bahwa aku harus berusaha menatap masa depan, menggenggam cita dan harapan. Dan semua itu pasti akan dapat aku peroleh dengan kerja keras.
Kini perempuan itu tahu, betapa berartinya waktu, dan betapa ruginya orang yang hanya membuangnya percuma, kini ia tahu bahwa dalam hidup ini tidak datang dua kesempatan yang sama.
11.
Sinar jingga di ufuk barat telah sempurna. Kini semua tinggal menantikan malam yang sebentar lagi menjelang. Perempuan itu mencoba bangkit, mengambil air wudhu, bersujud, mencoba melepaskan semua beban yang dipikulnya, ia ingin mengadu pada Kekasih yang tak pernah mengingkarinya. Allah Azza Wa Jalla.
Entah kenapa perempuan itu memang senang mengenang masa lalu, mengenang masa kecil, masa indah pada sebagian perjalanan hidupnya, walaupun sesungguhnya ia tahu, itu hanyalah masa lalu yang tak menugkin terulang lagi.
Terkadang ia ingin sekali menghentikan waktu, namun itu tak mungkin semua memang harus berubah, semua harus berjalan, karena pada perjalan itu sesungguhnya ada pelajaran yang harus diambil manusia.
111.
Hari ini bulan Ramadhan, bulan yang penuh kenangan suka dan duka. Ia mencoba mengisinya untuk mendekatkan diri pada-Nya. Karena ia yakin bahwa hanya Dia-lah yang mampu memberi ketenangan hidup. Hanya kepada-Nya lah hidup ini pantas disandarkan.
1V.
Malam hening. Sepi menggelayuti ruang hati siapa saja yang mencoba sadar pada malam itu. Entah malam keberapa di Bulan Ramadhan. Sehabis tahajjud perempuan itu, lelap bertafakur, merenungi kembali perjalan yang telah berhasil ditempuhnya. Ia berdo’a agar pada sisi perjalannnya nanti Tuhan memberinya jalan yang lapang dan lurus.
V.
Seperti roda harus berputar. Seperti matahari harus beredar. Waktu pun terus bergulir melibas siapa saja yang coba menentangnya. Cepat langkah waktu. Lebaran telah berakhir, sore hari, perempuan itu telah bersiap diri, ia tampak anggun mengenakan jins biru yang dipadu kemeja coklat bermotif kotak-kotak. Perlahan ia meninggalkan sebuah desa yang banyak memberinnya kenangan suka dan duka. Di sana ia pernah menemukan sahabat terbaiknya. Di sana ia telah menemukan dirinya. Di sana pula sahabat-sahabatnya kini ia tinggalkan. Sahabat yang telah banyak menyusahkannya, walau kadang juga memaksanya tersenyum kecil.
V1.
Sekali lagi perempuan itu mengedarkan pandang. Mencoba meneliti setiap sudut yang dapat dilihatnya. Ia ingin mengabadikannya sebagai sebuah kenangan. Perlahan bus yang ditumpangi beranjak. Diiringi gerimis yang menitik pelan. Menambah kesyahduan perpisahan. Ditatapnya lambaian tangan dari balik kaca berkabut. “aku tak akan melupakan kalian.” Gumamnya lirih.
Bus terus berjalan, membawanya kepada kesunyian abadi. Sesekali dipandanginya rembulan yang kini mulai bersinar di balik awan. Tanpa sadar butiran kecil menetes dari kedua sudut matanya. Ia coba menghapus dengan sapu tangan. Namun ada yang tak mampu ia hapus. Kenangan yang terlanjur dipahatnya. Dalam-dalam.
Allah selalu membersamaimu….

PAMRIH

Rame ing gawe sepi ing pamrih. Begitu filosofi orang Jawa yang sarat makna. Artinya dalam berbuat hendaknya lebih mengedepankan karya maksimal tanpa terpengaruh imbalan yang akan diterima. Menunaikan kewajiban tanpa terpaku dan terpengaruh pada hak yang akan diperoleh. Dalam konteks kebangsaan sering kita dengar ungkapan, ‘Tanyakan apa yang telah kau berikan pada negerimu jangan kau tanya apa yang telah kau peroleh darinya’.
Pamrih, adalah suatu yang lumrah sebagai motivasi membangkitkan gairah dalam bekerja/berkarya dan beramal. Tetapi bisa juga menjadi sesuatu yang tidak lumrah jika salah dalam penerapannya. Hampir semua aktifitas yang dilakukan manusia sebenarnya mengandung pamrih. Apapun itu. Bisa berupa materi dan non-materi. Lihatlah orang yang lalu lalang di jalan-jalan, kemana mereka hendak pergi? Tentu mereka ingin mencari pemenuhan terhadap kebutuhan dan keperluan masing-masing. Semuanya punya pamrih.
Dalam ibadah pun tidak luput dari adanya pamrih. Meskipun kita telah memproklamirkan diri untuk menyerahkan hidup, mati dan segala amal ibadah hanya untuk Allah semata. Coba kita tanya diri kita masing-masing, untuk apa sebenarnya kita beramal shaleh. Untuk apa kita sholat, zakat, shadaqah, berdakwah dan berbuat baik pada orang lain. Mungkin akan muncul beragam jawaban. Namun secara umum orang beramal shaleh dengan pamrih tertentu. Entah mencari pahala agar bisa masuk surga dan terhindar dari neraka atau sekedar menggugurkan kewajiban. Semua itu masih dianggap wajar karena memang baru demikian tingkatan kita.
Tidak demikian halnya dengan sufi wanita terkenal, Rabi’ah al-Adawiyah. Ia beramal bukan mencari pahala melainkan mencari Sang Pemberi Pahala itu sendiri yakni Allah. Ia justru berharap surga akan menolak dirinya jika ibadah yang dilakukan sekedar ingin dapat masuk surga. Sebaliknya ia juga rela dimasukkan ke neraka bila ibadahnya hanya karena takut neraka.
Memang adakalanya pamrih menjadi sesuatu yang tidak lumrah. Tidak pantas. Semasa Rasulullah Saw hijrah ada seorang sahabat yang ingin ikut berhijrah. Ia seperti sahabat pada umumnya pun berhijrah dengan harapan dan pamrih. Bedanya ia punya pamrih yang terlalu remeh. Jika orang lain hijrah karena mengharap ridha Allah, ia justru berhijrah karena harta dan wanita. Kemudian Nabi mengingatkan, “Setiap amal perbuatan ditinjau dari niatnya, dan setiap orang berbuat terserah pada tujuannya, maka barangsiapa berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, berarti akan memperoleh keridhaan Allah dan Rasul-Nya (pahala hijrah), dan barangsiapa berhijrah dengan tujuan menghimpun harta kekayaan dunia aatau mengawini seorang wanita yang ia sukai maka sia-sia hijrahnya (tidak berpahala) karena hanya memperoleh harta dan wanita yang dituju.” (HR. Bukhari-Muslim).
Pamrih bisa menjadi perangkap syaitan untuk menghancurkan amal yang telah kita lakukan. Yakni bila kita beribadah dengan pamrih sekedar mendapat keuntungan materi-duniawi, pujian, kehormatan dan sanjungan dari sesama manusia. Allah memperingatkan, “Dan tidaklah mereka disuruh, kecuali supaya menyembah Allah, serta memurnikan keikhlasan agama bagi-Nya (mengharap keridahaan Allah).” (Al-Bayyinah: 5)
Pada masa menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung seperti saat ini (terutama saat kampanye) akan banyak kita jumpai berbagai kegiatan yang digelar untuk rakyat. Banyak bingkisan diobral, banyak bantuan ditawarkan semuanya menghabiskan dana yang tidak sedikit. Alangkah sayangnya jika semua itu dilakukan hanya berorientasi untuk keuntungan materi-duniawi. Berupa kemenangan dalam pemilihan kepala daerah.
Yang pasti, dalam setiap aktifitas yang kita lakukan selalu terselip motif mengharap pamrih. Entah kita sadari atau tidak. Untuk itu kita perlu memilah dan memilih pamrih apa terbaik bagi kita. Tidak lain dan tidak bukan pahala dari Allah dan keridhaan-Nya.


Eko Triyanto
Mahsiswa Komunikasi Penyiaran Islam
Fak. Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tangga-Tangga Meraih Keberhasilan

“Tiap-tiap diri itu dibalas sesuai dengan apa yang ia usahakan.” (Thaahaa [20]: 15)

Bekerja untuk kehidupan dunia merupakan salah satu kewajiban setiap muslim setelah melaksanakan ibadah wajib (fardhlu). Islam memerintahkan umatnya untuk selalu mempersiapkan bekal akherat. Tetapi Islam tidak menginginkan hal itu dilakukan secara berlebihan hingga melupakan kebahagiaan hidup di dunia. Maka setiap Muslim dianjurkan agar tekun dan rajin dalam bekerja mencari penghidupan dunia. Keduanya harus berjalan selaras, Islam tidak ingin umatnya berada dalam kemiskinan dan kebodohan dengan dalih mencapai keshalehan individu.
“Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan akhirat), dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dari (kenikmatan) duniawi.” (Al-Qashash [28]: 77)
Bekerja untuk kepentingan dunia dalam pandnagan Islam bisa juga dinilai sebgai ibadah. Kerja yang dimaksud bukanlah dengan sekehendak hati ataupun hanya memburu kesenangan sesaat. Ada adab serta tata cara yang mesti dipatuhi agar hasil kerja yang dilakukan dapat mencapai nilai maksimal dan bermanfaat bukan saja di dunia tetapi juga menjadi amal bagi kehidupan kelak di akherat.
Pertama, mengawali dengan niat yang baik.
Dalam sebuah hadits disebutkan amal itu tergantung pada niatnya. Untuk itu bekerja pun harus dengan niat yang benar, yakni mencari ridha Allah semata. Paling tidak diawali dengan membaca bacaan Basmalah atau membaca do’a. Dalam Al-Qur’an disebutkan, yang artinya, “Dan katakanlah: ‘Ya, Tuhanku, masukakanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (Al-Israa’ [17]: 80)
Kedua, bekerja sesuai dengan bakat dan kemampuan
Allah menciptakan manusia dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Maka manusia diperintahkan untuk saling ta’aruf dan tolong-menolong sesuai peran yang diembannya. Tugas setiap diri adalah mengenali potensi yang dimilikinya untuk kemudian dijadikan modal dalam berusaha. Adakalanya seseorang mempunyai kelebihan fisik (tenaga), tetapi akal dan modal finansialnya terbatas maka ia dapat mengoptimalkan tenaga itu untuk bekerja. Allah Swt. berfirman artinya,
“Katakanlah: ‘Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (Al-Isra’ [17]: 84)
Ketiga, memilih pekerjaan yang baik dan halal meskipun sulit
Setiap tahun angka pengangguran di negara kita kian membengkak. Sulitnya mencari kerja menyebabkan sebagian dari saudara kita ada yang menempuh cara apapun untuk mendapatkan pekerjaan. Salah satunya dengan praktek KKN dan suap-menyuap yang bukan rahasia lagi.
Tetapi Islam menghendaki agar umatnya tetap selektif dalam mencari pekerjaan meski sulit. Pekerjaan yang baik dan halal lebih disukai meskipun hasilnya sedikit, daripada pekerjaan yang mendatangkan keuntungan banyak tetapi tidak halal. Karena keberkahan rizki yang kita terima tidak terletak pada banyak sedikitnya hasil. Namun terletak pada cara mencari dan untuk apa dipergunakan rizki itu.
Allah berfirman, artinya, “Katakanlah: ‘Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al-Maidah [5]: 100)
Keempat, bekerja dengan sungguh-sungguh
Kesungguhan dan kerja keras sangat diperlukan dalam melakukan suatu pekerjaan. Bahkan dikatakan kesuksesan itu ditentukan oleh 1% bakat dan 99% kerja keras. Dengan kerja keras seseorang tidak akan cepat putus asa apabila gagal. Sebaliknya ia akan tetap bertahan dan mencoba langkah (metode) lain hingga berhasil.
Allah berfirman, artinya, “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.” (Al-Hajj [22]: 78)
Kelima, mengoptimalkan potensi diri yang ada
Untuk mengoptimalkan potensi diri diperlukan latihan yang terus-menerus. Karena umumnya seseorang tidak mengetahui seberapa besar potensi yang dimilikinya. Salah satu solusinya ialah dengan tidak takut untuk mencoba dan mencari pengalaman.
Allah berfirman, artinya, “Katakanlah: ‘Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula).” (Al-An’aam [6]: 135)
Keenam, tidak setengah-setengah dalam bekerja
Melaksanakan pekerjaan yang sudah dipilih tidak boleh hanya sekenanya saja. Tetapi harus diusahakan agar mencapai hasil maksimal baik secara kwalitas maupun kwantitas. Karena Allah telah mencontohkan bagaimana Dia menciptakan dunia ini dengan sebaik-baiknya
Allah berfirman, artinya, “Yang membuat sesuatu Dia ciptakan sebaik-baiknya.” (As-Sajdah [32]: 7)
Dalam ayat lain, “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (Al-Qashash 28]: 77)
Ketujuh, bekerja dengan efektif
Dalam bekerja unsur efektifitas haruslah menjadi prioritas. Baik mengenai waktu, tenaga maupun pendanaan. Sebab segala sesuatu itu kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Untuk dapat lebih efektif dapat disiasati dengan menyusun rencana kerja yang matang sehingga segala sesuatunya dapat terlaksana dengan lancar.
Allah berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (Al-Mukminun [23]: 3)
Kedelapan, melakukan evaluasi
Dalam suatu proses pekerjaan tentu tidak selamanya akan berjalan sesuai rencana yang kita inginkan. Untuk itu kita perlu melakukan evaluasi terhadap hasil dari apa yang telah kita kerjakan maupun apa yang belum bisa kita kerjakan. Agar kita bisa mengetahui faktor-faktor yang menghambat kerja kita. Sehingga kita bisa mencari solusi di masa yang akan datang.
Allah berfirman yang artinya, “Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.” (Al-Hasyr [59]: 18).
Kesembilan, mengiringi setiap usaha dengan do’a
Bagi seorang muslim doa bukan saja merupakan sebuah permohonan tetapi juga dikatgorikan sebagai ibadah. Mengiringi kerja dengan doa merupakan formula yang efektif karen tanpa pertolongan Allah manusia tidak akan mampu berbuat apa-apa. Kita hanya mampu berusaha sedangkan hasilnya Allah-lah yang menentukan.
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (Al-Mu’minun [40]: 60)
Itulah sebagian ajaran Islam mengenai etos kerja. Sekarang tinggal bagaimana kita mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Semoga berhasil! Wallahu ‘alam bi ashawab.

Eko Triyanto
Komunikasi Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Minggu, 12 April 2009

Menumbuhkan Energi Positif

Suatu ketika Rasulullah berkumpul bersama para sahabat. Lalu lewatlah seorang lelaki dengan penampilan sangat sederhana. Rasul meminta pendapat tentang orang tersebut. Para sahabat pun mengatakan bahwa orang itu miskin, seumpama melamar seorang perempuan pasti akan ditolak, begitupun dalam status sosial di masyarakat dia tidak akan dihormati.
Berselang waktu, berlalulah seorang lelaki yang berpenampilan elegan. Dengan segala atribut yang menandakan bahwa ia adalah seorang yang kaya. Rasul juga meminta pendapat tentang orang tersebut. Sahabat pun menerangkan, lelaki itu seorang yang kaya. Seandainya ia melamar seorang perempuan pasti akan diterima. dan di dalam masyarakat pun ia akan dihormati.
Rasul kemudian memberi penjelasan. Bahwa sebenarnya orang yang pertama lewat lebih utama dari orang kedua.
Begitulah, dalam pandangan manusia tinggi rendah status sosial seseorang hanya didasarkan pada kekayaannya. Tapi tidak demikian dengan Allah. Dalam salah satu firmanNya Allah menyatakan bahwa kemuliaan seseorang lebih ditentukan oleh seberapa kuat ketakwaan hamba kepada Allah.
Dan untuk menjadi insan yang bertakwa semua manusia diberi bekal yang sama. Karena ketakwaan tidak bisa diwariskan, tidak bisa diperjual-belikan, dan tidak bisa dimanipulasi.
Dalam penciptaan manusia, Allah memberikan kesempurnaan dalam setiap orang. Ada akal yang membedakan manusia dengan hewan. Ada nafsu yang membedakan manusia dengan malaikat. Sehingga dengan itu semua manusia bisa mencapai derajat yang melebihi malaikat. Tapi jika tidak pandai mensyukurinya manusia justru akan terjerembab ke dalam lembah kehinaan yang lebih rendah dari hewan.
Ketakwaan tidak bisa diperoleh dengan kekayaan. Tidak pula dengan wajah yang menawan. Tidak oleh keturunan priyayi. Tidak juga oleh anak para pejabat tinggi. Semua manusia mempunyai modal yang sama untuk mencapai ketakwaan itu. Yakni dengan hati dan akal pikiran. Semua manusia setara dalam hal ini.
Modal kesetaraan yang diberikan Allah untuk mencapai ketakwaan memungkinkan siapapun untuk bisa mencapai derajat terbaik. Meraih kemuliaan di sisi Allah. Dengan begitu tidak ada lagi orang yang beralasan tidak bisa bertakwa karena kemiskinan, karena wajah yang tiada menawan, atau karena hanya keturunan rakyat biasa.
Kesetaraan itu harusnya menumbuhkan energi positif untuk berbuat dan beramal lebih baik. Mengisi detik demi detik dalam hidup ini untuk penuh kemanfaatan. Bukan semata untuk diri kita. Tapi semestinya dapat meruah kepada orang banyak. Sebab menurut Rasul orang yang terbaik adalah mereka yang bisa mendatangkan kemanfaatan buat sebanyak-banyaknya orang.
Energi positif untuk menggantungkan harap hanya kepada-Nya. Segala kesusahan, ketidak-adilan, dan kedzaliman yang dialami di dunia ini hanyalah sementara, hingga tak perlu untuk berputus asa. Di kehidupan selanjutnya Allah pasti akan memberikan keputusan yang seadil-adilnya. Karena Dia-lah Al ‘Adl, Yang Maha Adil.
Energi positif untuk tidak takut mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Karena yang patut ditakuti hanyalah Allah.
Energi positif yang mendasari semua perbuatan hanya karena Allah. Bukan karena apapun atau siapapun. Sebab hanya Allah-lah yang sanggup memberikan balasan.
So, mari kita tumbuhkan energi positif untuk mengiringi setiap langkah yang kita ayunkan. Berusaha supaya sejarah yang kita ukir senantiasa berada dalam kebaikan. Agar kelak saat catatan-catatan perjalanan hidup kita diputar di akhirat kita tidak tertunduk lesu karena menahan malu.
Wallahua’lam bi shawwab
Ya, Allah ampunilah apa-apa yang salah dalam setiap langkah yang telah aku tempuhi. Berikanlah kekuatan untuk selalu bertetap hati dalam menapaki jalan-Mu. Kokohkanlah saat jiwa ini letih. Dan berilah cahaya petunjuk ketika kegelapan menutupi mata-hati. Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.

Minggir, 04:04:09 21:15
Bersama alunan lagu Michael Heart: ‘We will not go down’
Oleh: Eko Triyanto (www.eko-nomisyariah.blogspot.com)

Menempuh Cara Langit

Saat itu pasukan Muslimin baru saja memperoleh kemenangan di Siprus. Di tengah suasana yang seharusnya dirayakan penuh suka cita itu ada pemandangan kontras. Abu Darda’ justru menangis tersedu. Jubair yang merasa keheranan kemudian mendekati, ingin mengetahui apa yang terjadi dengan saudaranya itu. Isi percakapan itu kira-kira begini.
“Mengapa engkau menangis di saat seharusnya kita bersuka cita merayakan kemenangan?”
Abu Darda’ menjawab, “Tahukah engkau wahai Jubair, bahwa mereka (orang-orang yang baru saja dikalahkan) dahulu adalah penguasa dan dapat memperoleh kejayaan. Tetapi mereka kemudian meninggalkan ajaran Allah, dan seperti inilah akibatnya.”
Ya. Begitulah kesudahan bagi orang-orang yang meninggalkan ajaran Allah. Tidak lain mereka justru akan mengalami kehancuran. Semakin jauh dari Allah, semakin jauh pula pertolongan Allah.
Lalu apa relevansinya dengan keadaan sekarang???
Saudaraku, banyak orang yang berpikir bahwa untuk bisa bertahan serta mendapatkan kebahagiaan di dunia ini hanya dapat diperoleh dengan usaha materiil semata. Artinya jika mereka berusaha dengan sungguh-sungguh, bekerja keras dan semacamnya maka apa yang mereka inginkan pasti akan tercapai. Seorang pelajar yang ingin lulus ujian kemudian belajar dengan tekun. Ikut berbagai bimbingan belajar, privat ataupun menjalani berbagai try out ujian. Mereka berharap dengan usahanya itu dapat memperoleh hasil yang baik.
Memang tidak ada yang salah, tetapi cukupkah sampai di situ???
Beberapa tahun lalu kita menyaksikan sebuah hal yang cukup mencengangkan. Seorang siswa di Jawa Tengah yang menjadi juara olimpiade sains ternyata gagal mencapai kelulusan. Heran bercampur tidak percaya. Di saat teman lain yang mungkin tingkat kecerdasannya tak sebagus dia merayakan kelulusan. Ia justru harus tertunduk lesu menerima kenyataan yang ada.
Apakah ada yang salah???
Tidak ada yang salah dengan apa yang telah Allah takdirkan bagi setiap hamba. Seringkali kita lupa bahwa untuk mendapatkan apa yang menjadi keinginan kita tidaklah cukup ditempuh dengan cara-cara bumi. Kita butuh cara-cara langit. Karena Allah telah berjanji bahwa siapapun yang bertakwa kepada Allah maka Dia akan menolongnya. Memberi jalan keluar dari arah yang tiada disangka.
Manusia hanya bisa berikhtiar sedangkan Allah yang menentukan hasil akhirnya. Maka sebenarnya mewujudkan keinginan dengan cara bumi saja belumlah cukup. Usaha itu harus selalu dibarengi dengan cara-cara langit.


Lalu apakah cara-cara langit itu???
Intinya adalah mendekatkan diri kepada Allah. Semakin dekat seorang hamba kepada Allah, maka akan semakin mudah ia mendapatkan pertolonganNya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
Menjauhkan diri dari maksiat
Berbagai kemaksiatan hanya akan memperkeruh hati dan menumpulkan akal pikiran. Bagaimana mungkin kita memohon sesuatu kepada Allah sedangkan kita menerjang apa yang menjadi laranganNya. Pertolongan Allah tidak mungkin dicapai dengan bermaksiat kepada-Nya.
Menjalankan berbagai perintah Allah
Yang wajib sudah pasti harus ditunaikan. Ditambah ibadah sunnah. Shalat malam, shalat dhuha, puasa senin-kamis, memperbanyak tilawah quran dan sebagainya. Jika hal itu bisa dilakukan secara rutin (istiqamah) insyaAllah akan segera terasa efek positifnya.
Tidak bosan memanjatkan doa
Doa adalah senjata seorang Mukmin. Doa juga merupakan ibadah sehingga siapapun yang berdoa kepada Allah sesungguhnya ia juga sedang beribadah dan mendapat pahala. Allah telah berjanji akan selalu mengabulkan doa setiap hambaNya meskipun bentuk pengabulannya tidak selalu seperti apa yang kita inginkan.
Bertawakkal kepada Allah
Setelah melakukan berbagai usaha. Menempuh cara-cara bumi dan cara-cara langit hal terpenting yang tidak boleh dilupakan adalah menyerahkan hasilnya kepada Allah. Bersiap diri untuk tidak ‘menentang’ keputusan Allah sekaligus tidak berputus asa. Karena apapun hasilnya adalah baik menurut perhitungan Allah.
Bersabar atau bersyukur
Ketika segala usaha telah dikerahkan. Ketika segala hasil telah dipasrahkan. Maka langkah berikutnya adalah bersabar atau bersyukur. Bersabar saat hasil usaha kita ternyata tidak sesuai harapan. Dan bersyukur bila apa yang kita inginkan tercapai. Pada keduanya masing-masing terdapat kebaikan. Sebab iman setengahnya berupa sabar dan setengahnya lagi adalah syukur.

Saudaraku, inilah relevansi kisah di awal tulisan dengan kehidupan kita sehari-hari. Bila seseorang jauh dari Allah, maka ia hanya akan mendapatkan kehancuran dan jauh dari pertolongan Allah. Memang tidak mudah menempuh cara-cara langit. Tetapi yakinlah bahwa setiap langkah yang kita ayunkan untuk berusaha menempuhnya akan dicatat sebagai kebaikan yang tidak pernah hilang.
Wallahua’lam bi shawwab.

Oleh: Eko Triyanto (www.eko-nomisyariah.blogspot.com)
Saat gerimis membasahi bumi Parakanwetan, 28/03/2009 19:29

Rabu, 18 Februari 2009

MAKA, BEKERJALAH KAMU!

Dutsur Ilahi:
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Taubah [9]: 105)
Motivasi:
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Ar-Ra’d [13]: 11)
Kisah Teladan:
Ini kisah seorang Muhajirin bernama Abdurrahman bin ‘Auf dengan Qais bin Rabi’ seorang sahabat Anshar. Sebelum hijrah Abdurrahman bin ‘Auf adalah seorang saudagar kaya, namun ia rela meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah demi menjaga iman. Suatu ketika Qais berkata kepadanya, “Aku berikan separo hartaku untukmu. Aku juga memiliki dua orang istri, aku beri kamu bagian satu orang.” Namun Abdurrahman bin ‘Auf menjawab dengan penuh ketegasan, “Aku tidak memerlukan itu, tunjukkanlah pasar padaku.” Abdurrahman lalu pergi ke pasar dan mulai saat itu ia berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya dari usaha tangannya sendiri.
Menakjubkan, bukan? Begitulah, dan sudah sewajarnya orang yang berusaha mandiri memperoleh penghargaan yang pantas sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Barang yang paling bagus dimakan seseorang adalah yang merupakan hasil kerjanya.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad). Juga diungkapkan dalam hadits lain, “Barangsiapa di malam hari merasa letih karena bekerja dengan tangannya, maka di malam itu ia memperoleh ampunan Allah.” (HR. Ahmad)
Pokok Kajian: Mengapa Harus Kaya dan Mandiri?
Jauh-jauh waktu Nabi Saw., telah mengingatkan kita, bahwa kefakiran dapat menyeret seorang hamba menuju kekafiran. Itu artinya kita harus kaya. Kita harus mandiri. Sebab hanya dengan kemandirian itulah kita dapat menjaga kehormatan, harga diri dan kewibawaan. KH. Abdullah Gymnastiar, da’i sekaligus wirausahawan muslim mengemukakan setidaknya ada empat poin alasan mengapa umat harus kuat secara ekonomi,
Pertama, ekonomi lemah berarti ibadah tidak bisa maksimal.
Kedua, ekonomi lemah menurunkan tingkat pendidikan
Ketiga, ekonomi lemah berarti tingkat kesehatan masyarakat rendah.
Keempat, ekonomi lemah berarti gerbang menuju penjajahan gaya baru.
TIPS! Bikin Hidup Lebih Kaya
Jadilah Pedagang!
“Usaha yang paling utama dalah jual beli yang baik dan pekerjaan seorang laki-laki dengan ketrampilan tangan sendiri.” (HR. Ahmad)
Bekerja sesuai dengan bakat dan kemampuan
“Katakanlah: ‘Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (Al-Israa’ [17]: 84)
Memilih pekerjaan yang baik dan halal meskipun sulit
Allah berfirman, artinya, “Katakanlah: ‘Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwlah kepada Allah hai orang-orang yang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al-Maidah [3]: 100). Niat yang baik tidak menjadikan yang haram menjadi halal.
Bekerja dengan sungguh-sungguh
Allah berfirman, artinya, “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.” (Al-Hajj [22]:78)
Mengoptimalkan potensi diri yang ada
Allah berfirman, artinya, “Katakanlah: ‘Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula).” (Al-An’aam [6]: 135)
Jangan tidur di waktu pagi “
“Jika telah melakukan shalat di waktu pagi (shubuh) maka janganlah kamu tidur (sehingga tidak sempat) mencari rizki-rizkimu.” (HR. Thabrani)
“Berpagi-bagilah untuk mencari rizki dan kebutuhan-kebutuhan, sebab pagi itu membawa berkah dan kesuksesan.” (HR. Thabrani)

Oleh: Eko Triyanto [eko_nomisyariah@telkom.net]
Disampaikan pada Pengajian Remaja Bina Muda, Mergan Sedangmulyo
Sabtu, 28 April 2007

Langkah Jitu Mengatur Waktu

Dutsur Ilahi:
“Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan.” (An Nuur [24]: 44)
Pergantian siang-malam, bagi seorang muslim bukanlah sekedar bergulirnya hari. Namun harus menjadi pelajaran bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi. Malam yang begitu pekat perlahan sirna seiring datangnya pagi. Begitupun siang yang benderang berubah menjadi gelap. Dalam perjalanan waktu tersebut manusia diperintahkan dan diberi kesempatan menggunakannya untuk beramal shaleh. Untuk beribadah kepada Allah sebagai tugas utama manusia. Beruntunglah orang yang mampu mengisi setiap detik dalam hidupnya dengan kebaikan. Sebagai bekal kehidupan akhirat. Kita kah itu??

Motivasi:
“Perhatikan lima perkara sebelum lima perkara, mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, cukup (kaya) mu sebelum fakirmu, waktu luangmu sebelum waktu sibukmu dan hidupmu sebelum matimu.” (HR. Hakim)
Waktu adalah harta paling mahal yang kita miliki, tetapi seringkali terabaikan bahkan kita sia-siakan. Sekali ia lewat, maka emas setinggi gunung pun tidak akan bisa menukarnya agar terulang. Begitu pentingnya arti waktu sampai Allah pun bersumpah dengannya, sebagaimana termaktub dalam surat Al-‘Ashr. Kemudian Imam Al-Ghazali juga pernah bertanya, ‘Apa yang paling jauh dari kita?’ Yang paling jauh adalah masa yang telah lewat, sebab ia tidak akan mungkin bisa kembali.

Pokok Kajian: Mengapa Kita Harus Pandai Memanfaatkan Waktu?
Semua manusia diberi jatah waktu yang sama selama sehari semalam yakni 24 jam, tetapi ada orang yang bisa sukses dan ada pula yang gagal. Itu semua tergantung bagaimana kita memanfaatkan waktu. Seorang Muslim, haruslah pandai dalam mempergunakan waktunya. Pandai membuat jadwal keseharian yang jelas dan terarah. Jangan samapai kacau apalagi melewatkan waktu untuk hal yang sia-sia. Karena masa atau usia atau waktu itu sangat berarti dan akan dimintai pertanggunjawabannya kelak.
Kita perlu membuat skala prioritas agar dengan waktu yang terbatas itu kita dapat melakukan kerja-kerja besar dan penting. Salah satu contohnya yakni dengan membagi aktivitas kita dalam lima kategori dengan skala A B C D E (Adi W Gunawan dalam Genius Learning Strategy)

Skala Prioritas
Aktifitas yang dilakukan
A
Adalah untuk kategori sesuatu yang penting, yang harus dilakukan, akan mendatangkana akibat serius yang tidak diinginkan.
B
Perlu dilakukan, bila tidak dilakukan akan mengakibatkan timbulnya efek negatif meskipun tidak terlalu berat.
C
Baik untuk dikerjakan. Tidak ada akibat negatif.
D
Delegasikan (out-source) bebaskan waktu anda
E
Eliminate atau abaikan saja
TIPS! Bikin Hari-hari Lebih Berarti
Jadilah orang yang beruntung dengan memperbanyak sujud
“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?” (Az Zumar [39]: 9)
Hindari hal yang sia-sia, karena semua akan dimintai pertanggungjawabannya
“Tidak akan bergeser kaki anak Adam di akhirat nanti, sebelum ditanya tentang untuk apa masa muda dihabiskan.” (Alhadits)
Banyak-banyaklah bertasbih!
“Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang,” (Thahaa [20]: 130)

Disampaikan pada:
30 Nopember 2007
[PENGAJIAN REMAJA MASJID NUR RAHMAT BEKELAN]

Senin, 02 Februari 2009

Saat Duka Tak Tertolak

Terimakasih saya sampaikan kepada segenap teman, keluarga, dan saudaraku yang menyampaikan rasa turut berduka citanya. Atas meninggalnya ibu saya tercinta…

02/09/08 17:07
“Ass. Ko aku turut berduka cita ya, semoga mamakmu diterima di sisiNya. Amien. Kamu yang tabah ya!” (Etik)

02/09/08 17:31
“Wassalamu’alaikum. Aku turut berduka. Moga Allah menerima amal ibadah ibumu. Aamiin. Nanti ibu aku kabari. Terima kasih ya infonya. (Mbak Nadhirah, Tegal)

02/09/08 18:20
“Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Turut berduka cita sedalam-dalamnya atas berpulangnya ibu mas eko ke pangkuanNya. Moga amal ibadah beliau diterima di sisiNya. InsyaAllah besok kami ke sana untuk bertakziyah. (Evi, Jogorejo)

02/09/08 18:41
“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.. Allohummaghfirlaha waqihi fitnatal qobri wa’adza binnar. Amin.. Kami sekeluarga di Cilacap turut berbela sungkawa. (Aji sekeluarga, Cilacap)

02/09/08 20:15
“Kami sekeluarga mengucapkan turut berduka semoga amal ibadahnya diterima di sisi Allah Swt. Dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan ketabahan. Amin. Maaf telat baru dikasih tau.” (Erni, Sukabumi)

02/09/08 20:28
“Ass,, Fitri dan keluarga turut berduka cita… Mudah-mudahan amal ibadah beliau diterima sisi Allah Swt, buat keluarga yang ditinggalkan mudah-mudahan diberi ketabahan.. Amien,, yang sabar ya Mas..” (Fitri)

02/09/08 21:36
“Ya makasih infonya. Turut berduka cita semoga ibuknya diterima di sisiNya dan kamu ma keluarga diberi ketabahan dan kesabaran.” (Mbak Eva, Tempel)

02/09/08 22:08
“Turut berduka cita semoga Allah berika kekuatan dan ketabahan, kuatkan hati, sabar dalam menghadapi cobaan, ikhlaskan kepergiannya semoga dosa-dosa terampuni dan amal ibadahnya bundamu Allah terima di sisiNya. Amin.” (Mbak Jamiyah, Mbendho)

02/09/08 22:22
“Wa’alaikumsalam. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, kami sekeluarga turut berduka cita semoga ibuk membawa amal kebaikan yang bisa dibawa bekal di alam sana sehingga arwahnya bisa diteria di sisi Allah Swt. Amin. Dan semoga kamu dan keluarga yang ditinggalkan diberi katabahan dan kesabaran. Amin. Yang sabar ya Ko? Aku hanya bisa mendoakan dari jauh yang tak bisa datang secara langsung. Pasti ini yang terbaik ko?” (Mae, Palembang)

02/09/08 23:47
“Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun.. turut berbela sungkawa, semoga Allah memberika tempat terbaik. Dan ketabahan bagi keluarga yang ditinggalkan.” (Erna, Pakeran)

03/09/08 07:42
“Eko, kami sekeluarga turut berduka cita tas wafatnya ibu.” (Nur, Surabaya)

03/09/08 08:15
“Aku turut berbela sungkawa, teman-teman sudah kuberi tahu!” (Wantosih, Watugajah)

03/09/08 08:16
“Inna lillahi wa innaa ilaihi raaji’un. Turut berduka atas wafatbya ibu. Smoga Allah mengampuni dosanya, mengasihinya dan memudahkan urusannya. Sabar ya!.” (Mas Sofyan, Sembuhan)

03/09/08 08:26
“Mas eko saya mewakili anak-anak risma masjid Dalil, turut berduka cita atas menunggalnya Ibunda, semoga amal kebaikannya diterima di sisiNya, dan diampuni semua kesalahannya. Amin! Semoga mas eko tabah menghadapi semua cobaan ini.” (Mbak Siti, Mbendo)

03/09/08 12:30
“Mas niat kami berangkat takziyah, tetapi ternyata waktunya tidak memungkinkan karena ada tanggungan kiriman, mohon maaf.. semoga khusnul khotimah, meninggal di bulan suci, amin..” (Mas Akhid, Umbul Harjo)

03/09/08 15:30
“Innalillahi wa innailaihi rojiun. Saya turut berduka cita. Insya Allah ibu mas mendapat tempat yang terbaik di sana. Mas harus ikhlas dan sabar ya.” (Nita, Klaten)

03/09/08 15:31
“Iya aku tadi datang dah ikut ke makam. Tanya mbak is apa etik. Tadi aku telat walau dah ngebut. Tapi yemenku bilang lebih baik telat karena aku orange gak kuatan. Ikut belasungkawa. Semoga arwahnya di terima di sisiNya.” (Mbak Maya, Moyudan)

03/09/08 17:19
“Wa’alaikumussalam. Ya insyaAllah ntar saya sampaikan, afwan nggeh tadi saya telat, nagturaken derek belo sungkowo sedalam-dalamnya, semoga antum diberi ketabahan dan kesabaran, dan yakin mawon bahwa sesudah kesulitan pasti ada kemudahan, Allah mboten paring kesusahan di luar batas kesanggupan kita. Mekaten pak guru. Jangan lupa kewajiban anak sholeh, selalu mendoakan ortu, biar ibuk lebih tenang di sana…!” (Tutik, Babadan)
03/09/08 17:45
“Eko nun sewu kulo mboten saget nderek ngetan. Mugi-mugi ibu diparingi tetep iman dan islam lan pikantuk maghfiroh ugi papan ingkang sae. Amin.” (Aji, Cilacap)

03/09/08 18:29
“Ass. Afwan gak bisa datang, mudah-mudahan ibu husnulkhotimah, diampuni dosa-dosanya, diterima amal-amalnya dan ditemaptkan di tempat yang mulia. Semoga yang ditinggalkan juga diberi kesabaran… Amin.” (Anam, Baciro)

12/09/08 04:10
“Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un. ‘Ya Muhaimin, hadirkan semilir bagu-Mu pada hembusnya agar sejuk selalu menyelimuti ibunya di sisiMu.” (Arifah, Karanganyar)

Jumat, 02 Januari 2009

Setangkai Mawar, Lilin dan Gelas yang Retak

Barisan kata-kata ini pasti tidak akan pernah mampu membahasakan perasaanku padamu. Tetapi ijinkan aku mencoba mengungkapkan kegalauan hati yang memang sengaja aku jaga. Dari waktu ke waktu.

Dalam sebuah ruang tanpa tirai-tirai pembatas………
Aku melihat setangkai mawar dalam vas………
Indah dan mengagumkan bagi siapapun yang menatap……….
Aku ingat engkau, aku ingat kau begitu suka bunga mawar…………
Lalu tiba-tiba aku ingin menjadi mawar, agar kau tak bosan melihatku………...
Tapi aku gagal!

Aku melangkah ke ruang lain……
Ruang yang diselimuti gelap………
Aku menemukan nyala lilin di atas meja………
Dengan sinar lembut ia menerangi tanpa letih…….
Aku ingat engkau, saat-saat kau begitu mengharapkanku………
Lalu tiba-tiba aku ingin menjadi lilin, agar aku bisa membimbingmu saat gelap……..
Tapi aku tak bisa!

Aku berjalan ke ruang berikutnya……….
Dalam kesenyapan yang teramat………..
Aku melihat benda-benda begitu sempurna………
Seumpama kau memilih mereka pasti kau bahagia………

Wahai engkau yang menghentak-hentak dalam hatiku
Apa yang harus kulakukan saat letih menghampirimu
Sedang tanganku tak kuasa sekedar menyentuhmu

Aku hanya berharap setidaknya aku bisa menjadi gelas……
Gelas yang retak……..
Agar aku bisa menjadi vas untuk mawarmu………..
Menjadi tempat untuk lilinmu………..
Akan kutampung airmatamu saat kau berduka……..
Meskipun aku tak bisa melihatmu saat bahagia………..



Sebuah catatan untuk mengenang 061206

CINTA DI ATAS CINTA

Carilah cinta yang sejati
Yang ada hanyalah pada-Nya
Carilah cinta yang hakiki
Yang hanya pada-Nya yang Esa
Carilah cinta yang abadi
Yang ada hanya pada-Nya
Carilah kasih yang kekal selamanya
Yang ada hanyalah pada Tuhanmu
(Raihan, Carilah Cinta)


Ibrahim Khalilullah
Ibrahim adalah kekasih Allah. Seperti tersurat dalam QS An Nisa’ [4]: 125, “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.”
Dialah nabi yang mendapat gelar khalilullah. Itu semua disematkan kepada Nabi Ibrahim karena beliau telah mampu melewati berbagai ujian yang berat. Ujian terhadap keimanannya. Ujian terhadap kadar cintanya kepada Allah. Ibrahim mampu memposisikan kecintaannya kepada Allah di atas segala kecintaan terhadap kesenangan duniawi.
Awalnya, untuk menemukan Sang Kekasih, Ibrahim mesti melewati proses pencarian yang panjang. Ia berusaha mengenal Sang Kekasih di tengah kepungan adat kaumnya yang saat itu menyembah berhala. Semula ia menganggap bintang sebagai Tuhan. Lalu bulan dan matahari. Tapi masing-masing hilang berganti seiring berputarnya waktu. Sampai akhirnya ia berkesimpulan, Kekasih yang ia cari adalah pencipta dari bintang, bulan, matahari dan alam semesta ini. Begitulah, cinta itu tumbuh melalui pencarian melelahkan, tapi dari sanalah keimanan itu menjadi berkesan dan terpatri dalam hati.

Melewati Berbagai Ujian
Saat kebenaran sudah ia dapatkan. Ujian demi ujian datang silih berganti. Sang Kekasih ingin menguji kadar kecintaan Ibrahim. Seperti juga iman yang tak sempurna tanpa amaliyah. Cinta pun butuh pembuktian. Cinta perlu pengorbanan! Mula-mula Ibrahim diuji harus berpisah dengan keluarga. Ayahnya, Adzar, yang saat itu masih menyembah berhala tetap enggan beriman bahkan memberikan suatu pilihan pahit, “Berkata bapaknya: “Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.” (Maryam [19]: 46)
Ibrahim harus memilih, berkumpul dengan keluarga dalam kekafiran, atau pergi membawa keimanan. Dengan penuh haru, opsi kedualah yang dipilih: berpisah dengan keluarga. Cinta kepada Allah telah mengalahkan kecintaannya kepada keluarga.
Waktu bergulir. Seiring keimanan yang tumbuh subur dalam jiwa. Kecerdasan seorang Ibrahim pun terus berkembang. Hingga satu ketika dengan penuh keberanian, ia berusaha menghancurkan lambang kekafiran kaumnya. Ia robohkan semua berhala yang biasa disembah pada masa itu, kecuali satu. Sengaja ia memilih berhala yang paling besar agar tetap utuh dan dikalunginya dengan kapak. Saat kaumnya dengan penuh kemarahan mengintrogasi Ibrahim, ia berucap, “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara." (Al Anbiyaa' [21]: 63)
Itulah jawaban seorang pemuda yang memadukan keimanan, keberanian dan kecerdasan. Lebih dari itu, dalam peristiwa tersebut Ibrahim telah siap mengorbankan diri dan jiwanya demi kecintaannya kepada Allah. Ibrahim paham betul resiko dari apa yang ia lakukan. Tapi cinta kepada Allah telah menghapus segala ketakutan itu. Pengorbanan dan cinta itu kemudian dibalas tunai oleh Sang Kekasih, yang tidak rela Ibrahim dianiaya,
“Maka tidak adalah jawaban kaum Ibrahim, selain mengatakan: "Bunuhlah atau bakarlah dia", lalu Allah menyelamatkannya dari api. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman.” ( Al Ankabut [29]: 24)
Ujian terhadap kecintaan kepada Sang Kekasih terus berlanjut meskipun telah memasuki bahtera rumah tangga. Pernikahan pertamanya dengan Sarah, belum juga diberi keturunan. Padahal usianya telah menginjak senja. Tanpa putus asa dia terus berdoa. Memohon kepada Sang Kekasih Yang Maha Kaya. Sampai tibalah ia harus menikah dengan Hajar. Dari Hajar inilah kemudian Allah mengamanahkan seorang anak yang shaleh bernama Ismail. Ismail tumbuh menjadi pemuda yang beriman. Menjadi harapan untuk melanjutkan estafet dakwah dan penyeru kebenaran. Saat kecintaan dan kebahagiaan itu mencapai puncak. Sang Kekasih kembali ingin menguji kadar cinta Ibrahim. Turunlah perintah melalui mimpi, “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" (Ash Shaaffaat [37]: 102)
Dan Ismail, sang putra yang shaleh itu menjawab, "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (Ash Shaaffaat [37]: 102)
Sebuah percakapan yang memilukan. Tetapi sekali lagi cinta itu bekerja. Kekuatan cinta kepada Allah sanggup mengalahkan segala kecintaan terhadap kesenangan duniawi. Keimanan mampu melumpuhkan tipu daya setan, kesabaran bisa menundukkan hawa nafsu. Ismail pun dikurbankan. Tetapi kembali, Sang Kekasih, yang telah menyaksikan pengorbanan Ibrahim sebagai bukti kadar kecintaannya, menunjukkan kemurahan-Nya. Ismail diganti dengan ghibas. Peristiwa tersebut kemudian diperingati tiap tahun dalam bentuk penyembelihan hewan qurban. Selain itu Nabi Ibrahim juga diberi kelebihan yakni menjadi bapak para nabi, karena banyak dari keturunan beliau yang kemudian diangkat menjadi nabi, antara lain Ismail, Ishak sampai Musa dan Muhammad Saw.


Hakikat Qurban dan Kemauan Berbagi
Kisah Ibrahim dan Ismail menjadi tonggak awal disyariatkannya qurban. Lambang kemenangan iman atas hawa nafsu. Kemengan cinta kepada Allah atas cinta kepada selainNya.
Qurraba, itulah asal kata dari qurban yang bermakna mendekat. Mendekat kepada Allah. Mendekat kepada pemilik semua nikmat dengan cara menafkahkan sebagian dari rizki yang kita cintai dalam bentuk binatang qurban. Hewan yang kita qurbankan hanyalah sarana menuju kedekatan itu. Ia tidak bermakna apa-apa saat kita meniatkannya hanya untuk tujuan-tujuan jangka pendek yang bersifat duniawi. Ketenaran, penghormatan, sanjungan dan puja-puji dari sesama manusia. Apalagi sekedar ‘program perbaikan gizi’. Karena sesungguhnya yang sampai kepada Allah bukanlah daging atau darah qurban itu, namun ketakwaan. “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (Al Hajj [22]: 37)
Qurban harus dilandasi takwa. Sebagai wujud kepatuhan kepada perintah Allah serta bentuk kesyukuran atas karunia Allah yang tak berputus. Inilah hakikat qurban secara vertikal, dalam mewujudkan hablum minallah. Kedekatan hamba dengan Sang Pencipta.
Selain itu, qurban juga melatih kepedulian. Mengajak kepada manusia agar bersedia berbagi. Karena berbagi itu terangkan hati. Berbagi itu investasi tak kenal rugi. Tabungan amal yang suatu saat akan terbalas. Ibadah qurban mengajarkan bagaimana berinteraksi dengan sesama. Mempertajam kepekaan sosial. Di sinilah hakikat qurban secara horizontal sebagai bagian membumikan hablumminannas. Keharmonisan hubungan antar sesama manusia.
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (Al Hajj [22]: 28)
Bila dengan qurban itu, seorang hamba mampu memupus hawa nafsu yang selalu mengajak untuk mencintai dunia secara berlebihan, berarti ia telah mampu membuktikan kadar ketakwaannya. Bila dengan qurban itu seorang hamba kemudian lebih peka terhadap keadaan sosial dan kondisi saudaranya, itu pertanda ia sudah bisa mengerti hakikat qurban sesungguhnya. Tanpa itu semua, qurban hanya akan menjadi rutinitas tiap tahun tanpa ruh dan tanpa makna.

Khatimah
Episode demi episode cinta yang telah dijalani Nabi Ibrahim menjadi bukti hakikat cinta yang sejati. Cinta tak berakhir. Cinta yang pasti terbalas sempurna, bahkan lebih dari apa yang telah diberikan. Cinta yang tidak menyisakan kecewa, apalagi kepedihan. Itulah cinta Allah. Cinta di atas cinta. Dan semestinya begitu seorang Mukmin menjalaninya.
“Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At Taubah [9]: 24)
Jika di hatimu ada cinta, dengarkanlah seruan dari Sang Kekasih Yang Maha Sempurna. “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (Al Kautsar [108]: 2)
Wallahu a’lam bishawwab