Rabu, 18 Februari 2009

MAKA, BEKERJALAH KAMU!

Dutsur Ilahi:
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Taubah [9]: 105)
Motivasi:
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Ar-Ra’d [13]: 11)
Kisah Teladan:
Ini kisah seorang Muhajirin bernama Abdurrahman bin ‘Auf dengan Qais bin Rabi’ seorang sahabat Anshar. Sebelum hijrah Abdurrahman bin ‘Auf adalah seorang saudagar kaya, namun ia rela meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah demi menjaga iman. Suatu ketika Qais berkata kepadanya, “Aku berikan separo hartaku untukmu. Aku juga memiliki dua orang istri, aku beri kamu bagian satu orang.” Namun Abdurrahman bin ‘Auf menjawab dengan penuh ketegasan, “Aku tidak memerlukan itu, tunjukkanlah pasar padaku.” Abdurrahman lalu pergi ke pasar dan mulai saat itu ia berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya dari usaha tangannya sendiri.
Menakjubkan, bukan? Begitulah, dan sudah sewajarnya orang yang berusaha mandiri memperoleh penghargaan yang pantas sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Barang yang paling bagus dimakan seseorang adalah yang merupakan hasil kerjanya.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad). Juga diungkapkan dalam hadits lain, “Barangsiapa di malam hari merasa letih karena bekerja dengan tangannya, maka di malam itu ia memperoleh ampunan Allah.” (HR. Ahmad)
Pokok Kajian: Mengapa Harus Kaya dan Mandiri?
Jauh-jauh waktu Nabi Saw., telah mengingatkan kita, bahwa kefakiran dapat menyeret seorang hamba menuju kekafiran. Itu artinya kita harus kaya. Kita harus mandiri. Sebab hanya dengan kemandirian itulah kita dapat menjaga kehormatan, harga diri dan kewibawaan. KH. Abdullah Gymnastiar, da’i sekaligus wirausahawan muslim mengemukakan setidaknya ada empat poin alasan mengapa umat harus kuat secara ekonomi,
Pertama, ekonomi lemah berarti ibadah tidak bisa maksimal.
Kedua, ekonomi lemah menurunkan tingkat pendidikan
Ketiga, ekonomi lemah berarti tingkat kesehatan masyarakat rendah.
Keempat, ekonomi lemah berarti gerbang menuju penjajahan gaya baru.
TIPS! Bikin Hidup Lebih Kaya
Jadilah Pedagang!
“Usaha yang paling utama dalah jual beli yang baik dan pekerjaan seorang laki-laki dengan ketrampilan tangan sendiri.” (HR. Ahmad)
Bekerja sesuai dengan bakat dan kemampuan
“Katakanlah: ‘Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (Al-Israa’ [17]: 84)
Memilih pekerjaan yang baik dan halal meskipun sulit
Allah berfirman, artinya, “Katakanlah: ‘Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwlah kepada Allah hai orang-orang yang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al-Maidah [3]: 100). Niat yang baik tidak menjadikan yang haram menjadi halal.
Bekerja dengan sungguh-sungguh
Allah berfirman, artinya, “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.” (Al-Hajj [22]:78)
Mengoptimalkan potensi diri yang ada
Allah berfirman, artinya, “Katakanlah: ‘Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula).” (Al-An’aam [6]: 135)
Jangan tidur di waktu pagi “
“Jika telah melakukan shalat di waktu pagi (shubuh) maka janganlah kamu tidur (sehingga tidak sempat) mencari rizki-rizkimu.” (HR. Thabrani)
“Berpagi-bagilah untuk mencari rizki dan kebutuhan-kebutuhan, sebab pagi itu membawa berkah dan kesuksesan.” (HR. Thabrani)

Oleh: Eko Triyanto [eko_nomisyariah@telkom.net]
Disampaikan pada Pengajian Remaja Bina Muda, Mergan Sedangmulyo
Sabtu, 28 April 2007

1 komentar:

ARIF MU'NANDA'R mengatakan...

yaa ayatuhannafsul muthmainnah
irji'i ila robbiki rodhiyatammardhiyah....
bahwa jiwa yang tenanglah yang dipanggil di sisiNya
(qs.alfajr)