Sabtu, 09 Mei 2009

Ramadhan Terakhir


1.
Tak terasa waktu bergulir begitu cepat. Tanpa memperdulikan aku yang makin larut dalam kekalutan. Rasanya baru kemarin aku datang ke sini. Masih terbayang hari-hari pertamaku di Jogja yang kuhabiskan dengan isak tangis, tanpa ada yang mau mengerti kecuali bantal guling yang setia menemaniku. Rasanya baru kemarin ibuku berpesan agar aku aktif ikut berbagai kegiatan selama di Jogja. Ya, rasanya semua itu baru terjadi kemarin. Masih kuingat betul !
Senja telah mendekat, namun perempuan itu masih asyik merangkai ingatannya, mencoba menghadirkan masa lalu, meski sebentar lagi harus dikubur. Sesekali disibakkanya, beberapa helai rambut yang menutupi kening.
Semua mesti berganti, dan aku selalu berkata pada diriku sendiri bahwa aku bisa, bahwa aku mampu, bahwa aku harus berusaha menatap masa depan, menggenggam cita dan harapan. Dan semua itu pasti akan dapat aku peroleh dengan kerja keras.
Kini perempuan itu tahu, betapa berartinya waktu, dan betapa ruginya orang yang hanya membuangnya percuma, kini ia tahu bahwa dalam hidup ini tidak datang dua kesempatan yang sama.
11.
Sinar jingga di ufuk barat telah sempurna. Kini semua tinggal menantikan malam yang sebentar lagi menjelang. Perempuan itu mencoba bangkit, mengambil air wudhu, bersujud, mencoba melepaskan semua beban yang dipikulnya, ia ingin mengadu pada Kekasih yang tak pernah mengingkarinya. Allah Azza Wa Jalla.
Entah kenapa perempuan itu memang senang mengenang masa lalu, mengenang masa kecil, masa indah pada sebagian perjalanan hidupnya, walaupun sesungguhnya ia tahu, itu hanyalah masa lalu yang tak menugkin terulang lagi.
Terkadang ia ingin sekali menghentikan waktu, namun itu tak mungkin semua memang harus berubah, semua harus berjalan, karena pada perjalan itu sesungguhnya ada pelajaran yang harus diambil manusia.
111.
Hari ini bulan Ramadhan, bulan yang penuh kenangan suka dan duka. Ia mencoba mengisinya untuk mendekatkan diri pada-Nya. Karena ia yakin bahwa hanya Dia-lah yang mampu memberi ketenangan hidup. Hanya kepada-Nya lah hidup ini pantas disandarkan.
1V.
Malam hening. Sepi menggelayuti ruang hati siapa saja yang mencoba sadar pada malam itu. Entah malam keberapa di Bulan Ramadhan. Sehabis tahajjud perempuan itu, lelap bertafakur, merenungi kembali perjalan yang telah berhasil ditempuhnya. Ia berdo’a agar pada sisi perjalannnya nanti Tuhan memberinya jalan yang lapang dan lurus.
V.
Seperti roda harus berputar. Seperti matahari harus beredar. Waktu pun terus bergulir melibas siapa saja yang coba menentangnya. Cepat langkah waktu. Lebaran telah berakhir, sore hari, perempuan itu telah bersiap diri, ia tampak anggun mengenakan jins biru yang dipadu kemeja coklat bermotif kotak-kotak. Perlahan ia meninggalkan sebuah desa yang banyak memberinnya kenangan suka dan duka. Di sana ia pernah menemukan sahabat terbaiknya. Di sana ia telah menemukan dirinya. Di sana pula sahabat-sahabatnya kini ia tinggalkan. Sahabat yang telah banyak menyusahkannya, walau kadang juga memaksanya tersenyum kecil.
V1.
Sekali lagi perempuan itu mengedarkan pandang. Mencoba meneliti setiap sudut yang dapat dilihatnya. Ia ingin mengabadikannya sebagai sebuah kenangan. Perlahan bus yang ditumpangi beranjak. Diiringi gerimis yang menitik pelan. Menambah kesyahduan perpisahan. Ditatapnya lambaian tangan dari balik kaca berkabut. “aku tak akan melupakan kalian.” Gumamnya lirih.
Bus terus berjalan, membawanya kepada kesunyian abadi. Sesekali dipandanginya rembulan yang kini mulai bersinar di balik awan. Tanpa sadar butiran kecil menetes dari kedua sudut matanya. Ia coba menghapus dengan sapu tangan. Namun ada yang tak mampu ia hapus. Kenangan yang terlanjur dipahatnya. Dalam-dalam.
Allah selalu membersamaimu….

Tidak ada komentar: