Minggu, 12 April 2009

Menumbuhkan Energi Positif

Suatu ketika Rasulullah berkumpul bersama para sahabat. Lalu lewatlah seorang lelaki dengan penampilan sangat sederhana. Rasul meminta pendapat tentang orang tersebut. Para sahabat pun mengatakan bahwa orang itu miskin, seumpama melamar seorang perempuan pasti akan ditolak, begitupun dalam status sosial di masyarakat dia tidak akan dihormati.
Berselang waktu, berlalulah seorang lelaki yang berpenampilan elegan. Dengan segala atribut yang menandakan bahwa ia adalah seorang yang kaya. Rasul juga meminta pendapat tentang orang tersebut. Sahabat pun menerangkan, lelaki itu seorang yang kaya. Seandainya ia melamar seorang perempuan pasti akan diterima. dan di dalam masyarakat pun ia akan dihormati.
Rasul kemudian memberi penjelasan. Bahwa sebenarnya orang yang pertama lewat lebih utama dari orang kedua.
Begitulah, dalam pandangan manusia tinggi rendah status sosial seseorang hanya didasarkan pada kekayaannya. Tapi tidak demikian dengan Allah. Dalam salah satu firmanNya Allah menyatakan bahwa kemuliaan seseorang lebih ditentukan oleh seberapa kuat ketakwaan hamba kepada Allah.
Dan untuk menjadi insan yang bertakwa semua manusia diberi bekal yang sama. Karena ketakwaan tidak bisa diwariskan, tidak bisa diperjual-belikan, dan tidak bisa dimanipulasi.
Dalam penciptaan manusia, Allah memberikan kesempurnaan dalam setiap orang. Ada akal yang membedakan manusia dengan hewan. Ada nafsu yang membedakan manusia dengan malaikat. Sehingga dengan itu semua manusia bisa mencapai derajat yang melebihi malaikat. Tapi jika tidak pandai mensyukurinya manusia justru akan terjerembab ke dalam lembah kehinaan yang lebih rendah dari hewan.
Ketakwaan tidak bisa diperoleh dengan kekayaan. Tidak pula dengan wajah yang menawan. Tidak oleh keturunan priyayi. Tidak juga oleh anak para pejabat tinggi. Semua manusia mempunyai modal yang sama untuk mencapai ketakwaan itu. Yakni dengan hati dan akal pikiran. Semua manusia setara dalam hal ini.
Modal kesetaraan yang diberikan Allah untuk mencapai ketakwaan memungkinkan siapapun untuk bisa mencapai derajat terbaik. Meraih kemuliaan di sisi Allah. Dengan begitu tidak ada lagi orang yang beralasan tidak bisa bertakwa karena kemiskinan, karena wajah yang tiada menawan, atau karena hanya keturunan rakyat biasa.
Kesetaraan itu harusnya menumbuhkan energi positif untuk berbuat dan beramal lebih baik. Mengisi detik demi detik dalam hidup ini untuk penuh kemanfaatan. Bukan semata untuk diri kita. Tapi semestinya dapat meruah kepada orang banyak. Sebab menurut Rasul orang yang terbaik adalah mereka yang bisa mendatangkan kemanfaatan buat sebanyak-banyaknya orang.
Energi positif untuk menggantungkan harap hanya kepada-Nya. Segala kesusahan, ketidak-adilan, dan kedzaliman yang dialami di dunia ini hanyalah sementara, hingga tak perlu untuk berputus asa. Di kehidupan selanjutnya Allah pasti akan memberikan keputusan yang seadil-adilnya. Karena Dia-lah Al ‘Adl, Yang Maha Adil.
Energi positif untuk tidak takut mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Karena yang patut ditakuti hanyalah Allah.
Energi positif yang mendasari semua perbuatan hanya karena Allah. Bukan karena apapun atau siapapun. Sebab hanya Allah-lah yang sanggup memberikan balasan.
So, mari kita tumbuhkan energi positif untuk mengiringi setiap langkah yang kita ayunkan. Berusaha supaya sejarah yang kita ukir senantiasa berada dalam kebaikan. Agar kelak saat catatan-catatan perjalanan hidup kita diputar di akhirat kita tidak tertunduk lesu karena menahan malu.
Wallahua’lam bi shawwab
Ya, Allah ampunilah apa-apa yang salah dalam setiap langkah yang telah aku tempuhi. Berikanlah kekuatan untuk selalu bertetap hati dalam menapaki jalan-Mu. Kokohkanlah saat jiwa ini letih. Dan berilah cahaya petunjuk ketika kegelapan menutupi mata-hati. Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.

Minggir, 04:04:09 21:15
Bersama alunan lagu Michael Heart: ‘We will not go down’
Oleh: Eko Triyanto (www.eko-nomisyariah.blogspot.com)

Menempuh Cara Langit

Saat itu pasukan Muslimin baru saja memperoleh kemenangan di Siprus. Di tengah suasana yang seharusnya dirayakan penuh suka cita itu ada pemandangan kontras. Abu Darda’ justru menangis tersedu. Jubair yang merasa keheranan kemudian mendekati, ingin mengetahui apa yang terjadi dengan saudaranya itu. Isi percakapan itu kira-kira begini.
“Mengapa engkau menangis di saat seharusnya kita bersuka cita merayakan kemenangan?”
Abu Darda’ menjawab, “Tahukah engkau wahai Jubair, bahwa mereka (orang-orang yang baru saja dikalahkan) dahulu adalah penguasa dan dapat memperoleh kejayaan. Tetapi mereka kemudian meninggalkan ajaran Allah, dan seperti inilah akibatnya.”
Ya. Begitulah kesudahan bagi orang-orang yang meninggalkan ajaran Allah. Tidak lain mereka justru akan mengalami kehancuran. Semakin jauh dari Allah, semakin jauh pula pertolongan Allah.
Lalu apa relevansinya dengan keadaan sekarang???
Saudaraku, banyak orang yang berpikir bahwa untuk bisa bertahan serta mendapatkan kebahagiaan di dunia ini hanya dapat diperoleh dengan usaha materiil semata. Artinya jika mereka berusaha dengan sungguh-sungguh, bekerja keras dan semacamnya maka apa yang mereka inginkan pasti akan tercapai. Seorang pelajar yang ingin lulus ujian kemudian belajar dengan tekun. Ikut berbagai bimbingan belajar, privat ataupun menjalani berbagai try out ujian. Mereka berharap dengan usahanya itu dapat memperoleh hasil yang baik.
Memang tidak ada yang salah, tetapi cukupkah sampai di situ???
Beberapa tahun lalu kita menyaksikan sebuah hal yang cukup mencengangkan. Seorang siswa di Jawa Tengah yang menjadi juara olimpiade sains ternyata gagal mencapai kelulusan. Heran bercampur tidak percaya. Di saat teman lain yang mungkin tingkat kecerdasannya tak sebagus dia merayakan kelulusan. Ia justru harus tertunduk lesu menerima kenyataan yang ada.
Apakah ada yang salah???
Tidak ada yang salah dengan apa yang telah Allah takdirkan bagi setiap hamba. Seringkali kita lupa bahwa untuk mendapatkan apa yang menjadi keinginan kita tidaklah cukup ditempuh dengan cara-cara bumi. Kita butuh cara-cara langit. Karena Allah telah berjanji bahwa siapapun yang bertakwa kepada Allah maka Dia akan menolongnya. Memberi jalan keluar dari arah yang tiada disangka.
Manusia hanya bisa berikhtiar sedangkan Allah yang menentukan hasil akhirnya. Maka sebenarnya mewujudkan keinginan dengan cara bumi saja belumlah cukup. Usaha itu harus selalu dibarengi dengan cara-cara langit.


Lalu apakah cara-cara langit itu???
Intinya adalah mendekatkan diri kepada Allah. Semakin dekat seorang hamba kepada Allah, maka akan semakin mudah ia mendapatkan pertolonganNya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
Menjauhkan diri dari maksiat
Berbagai kemaksiatan hanya akan memperkeruh hati dan menumpulkan akal pikiran. Bagaimana mungkin kita memohon sesuatu kepada Allah sedangkan kita menerjang apa yang menjadi laranganNya. Pertolongan Allah tidak mungkin dicapai dengan bermaksiat kepada-Nya.
Menjalankan berbagai perintah Allah
Yang wajib sudah pasti harus ditunaikan. Ditambah ibadah sunnah. Shalat malam, shalat dhuha, puasa senin-kamis, memperbanyak tilawah quran dan sebagainya. Jika hal itu bisa dilakukan secara rutin (istiqamah) insyaAllah akan segera terasa efek positifnya.
Tidak bosan memanjatkan doa
Doa adalah senjata seorang Mukmin. Doa juga merupakan ibadah sehingga siapapun yang berdoa kepada Allah sesungguhnya ia juga sedang beribadah dan mendapat pahala. Allah telah berjanji akan selalu mengabulkan doa setiap hambaNya meskipun bentuk pengabulannya tidak selalu seperti apa yang kita inginkan.
Bertawakkal kepada Allah
Setelah melakukan berbagai usaha. Menempuh cara-cara bumi dan cara-cara langit hal terpenting yang tidak boleh dilupakan adalah menyerahkan hasilnya kepada Allah. Bersiap diri untuk tidak ‘menentang’ keputusan Allah sekaligus tidak berputus asa. Karena apapun hasilnya adalah baik menurut perhitungan Allah.
Bersabar atau bersyukur
Ketika segala usaha telah dikerahkan. Ketika segala hasil telah dipasrahkan. Maka langkah berikutnya adalah bersabar atau bersyukur. Bersabar saat hasil usaha kita ternyata tidak sesuai harapan. Dan bersyukur bila apa yang kita inginkan tercapai. Pada keduanya masing-masing terdapat kebaikan. Sebab iman setengahnya berupa sabar dan setengahnya lagi adalah syukur.

Saudaraku, inilah relevansi kisah di awal tulisan dengan kehidupan kita sehari-hari. Bila seseorang jauh dari Allah, maka ia hanya akan mendapatkan kehancuran dan jauh dari pertolongan Allah. Memang tidak mudah menempuh cara-cara langit. Tetapi yakinlah bahwa setiap langkah yang kita ayunkan untuk berusaha menempuhnya akan dicatat sebagai kebaikan yang tidak pernah hilang.
Wallahua’lam bi shawwab.

Oleh: Eko Triyanto (www.eko-nomisyariah.blogspot.com)
Saat gerimis membasahi bumi Parakanwetan, 28/03/2009 19:29