Jumat, 26 Desember 2008

Muslim yang Produktif

“Tidak apa-apa dengan harta kekayaan bagi orang yang bertaqwa. Dan kesehatan lebih baik bagi orang yang bertaqwa daripada harta kekayaan dan orang yang berjiwa baik lebih bagus daripada orang yang bergelimang rahmat (harta benda dunia).” (HR. Ibnu Majah)
Kesadaran akan penciptaan manusia sebagai khalifatullah di bumi semestinya menjadikan seorang Muslim benar-benar mengoptimalkan hidupnya dalam amal-amal (kerja-kerja) produktif. Karena seorang tidak dibalasi melainkan sesuai dengan kerja yang dilakukannya. Oleh Allah, manusia telah dianugerahi berbagai potensi dalam dirinya sebagai modal untuk melakukan kerja-kerja penuh manfaat.
Baik berupa panca indera, susunan tubuh yang dibentuk sebaik-baiknya maupun kelengkapan akal untuk berpikir yang membedakan manusia dari hewan. Kemudian ada nafsu yang mendorong manusia bergerak dinamis sekaligus membedakannya dari malaikat. Dengan semua itu, manusia dapat meraih kedudukkan melebihi malaikat jika potensi tersebut digunakan secara benar. Sebaliknya jika disia-siakan dan salah dalam menggunakannya, manusia justru akan terperosok ke dalam lembah keihinaan, lebih hina dari pada binatang.
Kemudian, Allah menciptakan alam raya lengkap dengan penetapan kondisi yang memungkinkan manusia beraktifitas dan bekerja. “Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar.” (10. Yunus [10]: 67)
Dipermudah-Nya bumi ini sebagai temapt tinggal sekaligus tempat mencari nafkah bagi manusia.
”Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (Al Mulk [67]: 15)
Islam mengajak kepada kaumnya untuk memanfaatkan kesempatan hidup yang dimiliki dalam amal dan ketaatan. Karena kehidupan ini kelak juga akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang telah diperbuat. Produktitfitas yang sesegera mungkin dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki, Rasulullah bersabda, “Gunakanlah masa……………
Semua hasil kerja itu kelak akan diperlihatkan dan setiap orang dibalas sesuai dengan kadar kerja yang dilakukan. Semakin banyak kerja yang dilakukan, maka pahalanya pun akan besar. Sebaliknya orang yang malas dalam bekerja dan beramal, baginya pahala yang sedikit.
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Taubah [9]: 105)
Islam juga mengajarkan pentingnya kemandirian dan memberi penghargaan yang pantas kepada orang-orang yang mau berusaha mencukupi kebutuhannya sendiri. Ini kisah seorang Muhajirin bernama Abdurrahman bin ‘Auf dengan Qais bin Rabi’ seorang sahabat Anshar. Sebelum hijrah Abdurrahman bin ‘Auf adalah seorang saudagar kaya, namun ia rela meninggalkan harta kekayaannya di Makkah demi menjaga iman. Suatu ketika Qais berkata kepadanya, “Aku berikan separo hartaku untukmu. Aku juga memiliki dua orang istri, aku beri kamu bagian satu orang.” Namun Abdurrahman bin ‘Auf menjawab dengan penuh ketegasan, “Aku tidak memerlukan itu, tunjukkanlah pasar padaku.” Abdurrahman lalu pergi ke pasar dan mulai saat itu ia berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya dari usaha tangannya sendiri.
Menakjubkan, bukan? Begitulah, dan sudah sewajarnya orang yang berusaha mandiri, berusaha mencukupi kebutuhannya dengan mengoptimalkan potensi dirinya dengan usaha yang produktif. Mereka layak memperoleh penghargaan yang pantas sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Barang yang paling bagus dimakan seseorang adalah yang merupakan hasil kerjanya.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad). Juga diungkapkan dalam hadits lain, “Barangsiapa di malam hari merasa letih karena bekerja dengan tangannya, maka di malam itu ia memperoleh ampunan Allah.” (HR. Ahmad)
Produktifitas yang mesti dihasilkan seorang Muslim, meliputi dua hal yang menyangkut kebutuhannya selama di dunia dan juga kebutuhan mempersiapkan bekal di akhirat. Sehingga kerja yang dilakukan harus memperhatikan kaidah-kaidah yang ditetapkan. Keduanya semestinya dapat dilakukan secara seimbang, demi tercapainya tujuan Islam.
Maka porduktifitas bagi seorang Muslim harus diikuti dengan perhatian mengenai berbagai aturan (syariat) yang telah ditetapkan Allah. Jika menyimpang dari ketentuan dan aturan itu, yang terjadi justru kesempitan. Karena hasil dari prodfuktifitas seorang Muslim tidak hanya mementingkan kuantitas akan tetapi juga kualitas atau dalam kita kenal dengan keberkahan. Hasil yang sedikit penuh keberkahan lebih baik ketimbang hasil melimpah tetapi diperoleh dengan cara-cara curang.
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (Thaahaa [20]: 124)
Setiap orang memiliki potensi yang menonjol dalam dirinya, untuk itu Allah menganjurkan agar manusia bekerja sesuai potensi itu, sehingga akan mendapatkan hasil yang maksimal. “Katakanlah: ‘Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (Al-Israa’ [17]: 84)
Kerap kali, produktifitas tersebut harus berhadapan dengan berbagai tantangan dan rintangan. Dan semestinya seorang Muslim pantang untuk menyerah. Jalan menuju kesuksesan itu memang penuh liku, kadang terjal dan berduri. Hanya orang yang benar-benar memiliki visi yang kokoh, kesabaran, ketegaran dan ketekunanlah yang akan mampun menggapainya. Bekerja dengan sungguh-sungguh Allah berfirman, artinya, “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.” (Al-Hajj [22]:78) dan mengoptimalkan potensi diri yang ada. Allah berfirman, artinya, “Katakanlah: ‘Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula).” (Al-An’aam [6]: 135)
Maka jadilah seorang Climbers --meminjam istilah Paul G. Stoltz dalam Adversity Quotient-nya. Mereka selalu siap bangkit menghadapi tantangan demi tantangan. Karena apapun hasil dari sebuah usaha (ikhtiar) bagi seorang Muslim selalu akan berdampak positif bila disikapi secara benar. Jika mengalami kegagalan, maka kesabaran akan mengubahnya menjadi amal shaleh, bila yang didapat hasil yang memuaskan, maka kesyukuran akan mengundang keberhasilan lainnya.
Di sinilah sebetulnya sebuah proses itu dihargai, karena mengenai hasil produktifitas yang kita lakukan, hanya Allah yang berhak menentukan. Kewajiban kita setelah berusaha adalah bertawwakal. Karenanya seorang Muslim tidak boleh takut untuk memilih pekerjaan yang baik dan halal meskipun sulit dan hasilnya sedikit. Allah berfirman, artinya, “Katakanlah: ‘Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al-Maidah [3]: 100). Dan perlu diingat, niat yang baik tidak menjadikan yang haram menjadi halal.
Perilaku dan pesan yang disabdakan Rasulullah Saw. juga mencerminkan bagaimana seorang Muslim harus benar-benar mengoptimalkan potensinya dalam produktifitas kerja. Termasuk perbuatan tercela jika seorang hanya berdiam diri, tidak melakukan kerja untuk dunia, maupun kerja untuk akhirat. Di antara sekian pesan Rasulullah itu adalah, agar jangan tidur di waktu pagi “Jika telah melakukan shalat di waktu pagi (shubuh) maka janganlah kamu tidur (sehingga tidak sempat) mencari rizki-rizkimu.” (HR. Thabrani)
Dalam sabda yang lain, “Berpagi-bagilah untuk mencari rizki dan kebutuhan-kebutuhan, sebab pagi itu membawa berkah dan kesuksesan.” (HR. Thabrani)
Nah, selayaknya seorang Muslim betul-betul menggunakan potensinya dalam kerja yang produktif sehingga akan membawa manfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain. Dan itulah sebaik-baik manusia. Wallahu a’lam.

Oleh: Eko Triyanto
Alumnus UIN Sunan Kalijaga
Mahasiswa Ma’had ‘Ali bin Abi Thalib Yogyakarta
Email: eko_nomisyariah@telkom.net
Sent to: very_jogja@yahoo.com

Tidak ada komentar: