Episode Perpisahan
Eko Triyanto
Dik.
Tentu kau dengar
Dentum meriam merajam-rajam
Merobek kadamaian yang semestinya kita genggam
Dalam senyap ia memanggilku lirih: Majulah ke garis depan
Dik.
Apakah masih ada yang perlu dikenang
Dari pertemuan-pertemuan kita kemarin
Sebelum semua benar-benar usai
Pada episode perpisahan yang sebentar lagi kita pentaskan
Kukatakan padamu: Sudah saatnya aku pergi
Dik.
Ada yang tersentak di relung dada, bergemuruh
Meluruhkan ketegaran yang ku bangun berabad-abad
Kini ada duka yang entah berapa dalamnya
Kini ada sepi yang tiba-tiba hadir
Terlalu cepat dari yang kita duga
Waktu telah memaksaku berucap: Selamat tinggal
Dik.
Bila saja nanti suatu masa
Ada rindu mengharu biru
Tataplah rembulan
Akan kau rasa sinarnya sayu berkaca-kaca
Di sana ada impian, harapan juga kemenangan abadi
Dik.
Beribu maafku bila nanti
Guratan nasib tak menghendaki, kita bertemu lagi
Sebab kematian yang bagiku seperti awal kehidupan
Selalu lebih dekat dari nadiku
Relakan aku pergi mengulang tidur tanpa mimpi
Dik.
Maafkan aku, jika saja tak mampu kupersembahkan
Setangkai flamboyan seperti pernah kau pesan
Sekali lagi kukatakan: sudah saatnya aku harus pergi
Menjemput impian, harapan, dan kemenangan
Atau setidaknya menunda sebuah kekalahan.
Nanggulan. Agustus 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar